Selasa, 26 Januari 2016

Pengertian Masa Iddah Dalam Pandangan Islam Terbaru 2016

Pengertian Masa Iddah


Bismillah,
Jika pernikahan adalah cara untuk mempertemukan dan menyatukan 2 insan (berbeda kelamin), maka sudah sunnatullah, tentu ada perceraian/talak/perpisahan.
Saya sudah pernah menulis tentang perceraian di Islam. Saat itu saya belum sempat memberikan penjelasan tambahan terkait dengan perceraian, yakni masa iddah. Di artikel ini, saya akan berusaha menjelaskan hal tersebut.
Yang dimaksud masa iddah adalah rentang waktu tertentu yg mesti dijalani oleh seorang perempuan, sebelum dia bisa/boleh menikah lagi dengan laki-laki lain. Rentang waktu masa iddah tidak sama, bergantung pada penyebab/jenis perceraian yg terjadi.
Beberapa dalil menyatakan bahwa masa iddah MESTI dilakukan oleh seorang perempuan yg baru bercerai.
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah(2):228)
“Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” (HR al-Bukhâri no. 4906)
Sebenarnya, apa sih manfaat ada masa iddah?
Bagaimana jika si istri sudah (maaf) tidak tahan menyendiri dan sudah ada calon pengganti?
Islam menetapkan masa iddah adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Manfaat masa iddah:
1. Untuk tahu apakah perempuan tsb hamil/tidak setelah bercerai. Jika ya, maka ketahuan ayah biologisnya. Jangan lupa, jika anaknya ternyata perempuan, maka (jika masih hidup) dia mesti menjadi wali saat anaknya menikah. Selain itu untuk mencegah terjadinya incest, pernikahan sedarah (dari ayah yg sama).
2. Pernikahan adalah hal yg suci. Meski sudah punya calon suami pengganti, hendaknya bersabar dan tidak tergesa-gesa. Apalagi jika perpisahan terjadi karena bercerai, lalu menikah buru2 dan ternyata bercerai lagi. Repot kan?
3. Perempuan yg hamil saat bercerai, maka dia mesti mendapat nafkah dari mantan suaminya, hingga si anak lahir.
Berikut ini rincian rentang waktu masa iddah.
1. Apabila suami meninggal.
a. Jika perempuan tersebut hamil, maka masa iddahnya = hingga bayi melahirkan.
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq(65):4)
b. Sedangkan apabila tidak hamil, maka masa iddahnya = 4 bulan 10 hari.
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Al Baqarah(2):234)
2. Apabila bercerai, dibagi menjadi cerai yg bisa rujuk (talak 1& talak 2) serta cerai yg tidak bisa rujuk (talak 3). Inipun dibagi lagi menjadi yg masih haid ataupun sudah tidak haid (tua).
a. Untuk kasus bisa rujuk dan masih haid, masa iddahnya = 3 kali haid.
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah(2):228)
b. Kasus bisa rujuk dan tidak haid, masa iddah = 3 bulan.
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq(65):4)
c. Bisa rujuk dan sedang hamil, masa iddah = melahirkan bayi.
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq(65):4)
d. Tidak bisa rujuk (talak 3), maka masa iddahnya hanya 1 kali haid (~ 1 bulan).
e. Jika istri yg menggugat cerai, maka masa iddahnya = 1 bulan (~ 1 bulan).
Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat cerai dari suaminya pada zaman Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menunggu sekali haidh. (HR Abu Dâud dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâud no.1 950).



Sumber: https://tausyiah275.wordpress.com/2014/03/22/pengertian-masa-iddah/