Jumat, 06 September 2013

Makalah ILMU KALAM- ALIRAN MU'TAZILAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Kesatuan umat islam sangat kokoh sekali, baik dalam lapangan ibadah, muamalah, politik, maupun dalam lapangan akidah, sejak dari awal kelahiran islam sampai dengan enam tahun pertama pemerintahan khalifah usman bin Affan. Kesatuan umat islam dalam segala aspek kehidupan sungguh-sungguh terwujud pada masa kehadirsan Rasulullah SAW ditengah-tengah mereka ( 13 SH – 11 SH ), pada masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq ( 11 – 13 H ) dan pada masa pemerintahan khalifah umar bin khathab ( 13 – 23 H ). Dengan kesatuan yang kuat itulah, kekuatan-kekuatan musuh islam dapat di hancurkan dan Nabi Muhammad SAW sendiri dapat menyaksikan berbondong-bondonya penduduk jazirah Arabia memasuki Agama Islam, khalifah Abu Bakar berhasil mematahkan perlawanan kaum yang murtad dan khlifah umar bin khathab berhasil menguasai mesir dan Syam dari penjajahan kerajaan Romawi timur ( Bizantium ) serta berhasil menguasai irak dan Persia.
Sayang sekali kesatuan yang kokoh dalam segala aspek kehidupan umat Islam itu, mulai terganggu pada masa enam tahun kedua, pemerintahan khalifah Usman Bin Affan ( 23 -35 H ), karena tak terkendalinya ambisi, orang-orang keluarga ( dari bani Umayyah ) untuk menduduki jabatan-jabatan penting pemerintahan sehingga menimbulkan banyaknya aliran-aliran baru dalam islam. Yang salah satunya ialah aliran mu’tazilah.
2.        Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan mengemukakan pokok masalah yang akan dikaji adalah Awal munculnya aliran mu’tazilah, namun untuk lebih sistimatis kajiannya maka dipokuskan pada sub-sub masalah, sebagai berikut:
  1. Bagaiamana awal munculnya aliran mu’tazilah?
  2. Bagaimana Perkembangan Mu’tazilah ?
  3. Siapakah pendiri Mu’tazilah ?
3.        Tujuan
Adapun Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah sejauhmana pengetahuan secara jelas tentang Aliran Mu’tazilah baik dilihat dari segi Awal munculnya alioran Mu’tazilah maupun perkembangan Aliran Mu’tazilah, sedangkan keguanaannya adalah diharapkan dapat memperoleh informasi tentang Aliran Mu’tazilah.













BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN MU’TAZILAH
A.      Awal Munculnya Aliran Mu’tazilah
Pendiri aliran mu’tazilah adalah washil bin atha’ ( lahir di madinah pada 81 H dan wafat pada 131 H ). Salah seorang gurunya adalah Hasan Al-Basri, yang mengajar di mesjid raya Bashrah. Washil bin Atha mempunyai faham yang berbeda darei gurunya, tentang mukmin yang melakukan dosa besar. Menurut Washil, mukmin yang melakukan dosa besar dan tidak bertobat maka orang itu tidak lagi mukmin, tidak pula kafir, tetapi berada pada posisi di antara dua posisi tersebut, yakni berada pada posisi fasiq ( fasiq itu lebih rendah dari mukmin, tapi lebih tinggi dari kafir, atau dengan kata lain fasiq adalah satu posisi di antara dua posisi). Bila nasib mukmin adalah kekal dalam syurga kelak dan kafir kekal pula dalam neraka, maka fasiq juga kekal di dalam neraka dengan azab yang lebih ringan dari kafir, demikian pendapat Washil. Sejak ia menyatakan pendapat, yang berbeda dengan faham murjiah moderat yang di anut gurunya, maka sejak itu pula ia memisahkan diri dari jamaah gurunya, dan membentuk kelompok tersendiri di sudut lain mesjid raya Bashrah. Jamaah Hasan Al-Basri atau orang-orang lainnya menyebut kelompok Washil bin Atha dengan nama Mu’tazilah atau Mu’tazilun, yang secara harfiah berarti: orang-orang yang memisahkan diri.
Washil bin Atha, yang di bantu oleh temannya, Amri bin ubaid, giat sekali mengajar dan menyiapkan kader-kader penerus faham mereka, serta juga merasa terpanggil untuk menjawab tantangan jaman, yakni berdebat dengan pihak-pihak non-muslim. Banyak murid-muridnya yang dikirim ke berbagai penjuru daerah, untuk menyiarkan islam dan membelanya dari serangan atau kritikan dari pihak non-musllim. Aktifitas Washil bin Amru dilanjutkan oleh sederetan ulama-ulama Mu’tazilah, dan yang paling terkenal adalah: Abu Al-Huzal al-Allaf (135-236), Ibrohim bin Sayyar al-nazhzham (185-221 H), Bisyr bin Mu’tamir ( wafat 210 H), dan Abu Usman al-Jahizh (159-255 H).
Untuk menjawab tantangan perdebatan dengan pihak non muslim, para Ulama Mu’tazilah selain bertekun mendalami Al-qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, juga bertekun semaksimal mungkin untuk menguasai ilmu-ilmu yang di kuasai pihak non-miuslim, seperti logika, filsafat, dan pengetahuan ilmiah lainnya.
B.       Perkembangan Aliran Mu’tazilah
Sejarah masuknya Islam di Malaysia tidak bisa terlepas dari kerajaan-kerajaan Melayu, jauh sebelum datangnya Inggris di kawasan tersebut.Sebab kerajaan ini dikenal dalam sejarah sebagai Kerajaan Islam, dan oleh pedagang Gujarat melalui daerah kerajaan tersebut mendakwahkan Islam ke Malaysia pada sekitar abad kesembilan.
Dari sini kemudian dipahami bahwa Islam sampai ke Malaysia belakangan ketimbang sampainya Islam di Indonesia yang sudah terlebih dahulu pada abad ketujuh.Berdasarkan keterangan ini, maka asal usul masuknya Islam ke Malaysia berdasar pada yang dikemukakan Azyumardi Azra bahwa Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar.
Sebelum Islam datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur perdagangan dunia yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting. Maka tidak heranlah jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya pelbagai keyakinan dan agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara kompleks.
Agama dan keyakinan itu pun telah mempengaruhi susunan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di wilayah ini. Menurut Prof. DR. Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) bahwa ada tiga isu masuknya Islam di Malaysia yaitu Perbincangan tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu akan melibatkan perbincangan yang membabitkan tiga isu. Isu-isu tersebut ialah bila tarikh sebenar Islam diperkenalkan kepada orang Melayu, dari manakah asal-usul pendakwah yang menyebarkan agama tersebut dan bagaimanakah proses ini boleh berlaku dengan begitu berkesan sekali. Dalam menghuraikan ketiga-tiga isu ini kelebihan yang terdapat dalam hujah yang diberikan oleh beliau telah mempelopori pendekatan yang memberikan perspektif tempatan tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu.
Isu pertama yang menimbulkan perbincangan tentang penyebaran Islam di Alam Melayu adalah berkaitan dengan bilakah tarikh tepat agama Islam mula disebarkan di rantau ini.Dalam tulisannya, Hamka cenderung berpendapat bahawa agama Islam telah diperkenalkan di rantau ini pada awal abad Hijrah (abad ketujuh Masihi).Pendapat yang beliau kemukakan ini adalah berdasarkan kajian yang lakukan dengan merujuk sumber Cina. Pendapat yang dikemukakan juga adalah dengan  bersandar kepada tulisan oleh seorang sarjana Barat, iaitu T.W. Arnold  yang mengaitkan penyebaran agama Islam dengan peranan yang dimainkan oleh pedagang-pedagang Arab. Dalam kajiannya, T.W. Arnold mendapati bahawa pedagang-pedagang Arab telahpun menjalin hubungan perdagangan dengan rantau sebelah timur sejak sebelum abad Masihi lagi. Pada abad kedua Sebelum Masihi hampir  keseluruhannya perdagangan di Ceylon berada di tangan orang Arab. Menjelang abad kesembilan Masihi kegiatan perdagangan orang Arab dengan Ceylon semakin meningkat apabila meningkatnya hubungan perdagangan antara orang Arab dengan China.Menurut rekod sejarah, menjelang pertengahan abad kelapan Masihi pedagang-pedagang Arab dapat ditemui dengan ramainya di Canton. Dari  abad ke-10 hingga abad ke-15, sebelum kedatangan Portugis, orang  Arab merupakan pedagang yang unggul dan hampir tidak tercabar dalam menjalankan kegiatan perdagangan dengan Timur.
Berdasarkan pandangan yang diberikan oleh T.W Arnold ini, Hamka berpendapat bahawa sudah semestinya apabila orang Arab memeluk agama Islam mereka akan berusaha menyebarkan agama tersebut di kawasan-kawasan di mana mereka menjalankan kegiatan perdagangan. Namun begitu, hujah yang dikemukan ini sukar untuk dibuktikan karena ketiadaan maklumat bertulis yang konklusif bagi menyokong pendapat yang diberikan. Lantaran itu, dari segi rekod Hamka setuju dengan pandangan yang umumnya disepakati, termasuklah oleh sarjana Barat bahawa Samudera-Pasai (abad ke-13-14) adalah merupakan  kerajaan Melayu-Islam yang pertama yang diwujudkan di rantau ini.
Islam masuk ke Malaysia pada abad pertama Hijrah dibawa oleh para pedagang India, Persia, dan juga Arab melalui suatu proses damai dan secara cepat diterima oleh masyarakat kerana mampu berbaur dengan adat dan kebudayaan masyarakat tempatan.
Isu kedua para penyebar Islam tersebut menurut T. W. Arnold.[14]tidak datang sebagai penakluk dengan menggunakan kekuatan pedang untuk menyebarkan Islam, sebagaimana yang terjadi di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Mereka juga tidak menguasai hak-hak penguasa tempatan untuk menekan rakyat, sebaliknya mereka hanya sebagai pedagang yang memanfaatkan kepintaran dan peradaban mereka yang lebih tinggi untuk kepentingan penyebaran Islam dengan memperkenalkan toleransi dan persamaan antara manusia.Bagi penganut Hindu, yang agama mereka mengajarkan sistem kasta dalam masyarakat, agama Islam yang baru mereka kenali adalah amat menarik perhatian, khususnya di kalangan pedagang yang cenderung kepada orientasi kosmopolitan.itulah sebabnya penerimaan orang Melayu terhadap agama Islam adalah berkait erat dengan keluhuran agama tersebut.
Isu ketiga suatu proses perubahan kebudayaan tidak akan berlaku jika tidak ada titik-titik kesamaan yang saling menghubungkan, begitu juga yang terjadi pada Islam dan kebudayaan Malaysia. Seandainya Islam dengan serta merta menghapuskan segala kebudayaan dan tradisi yang wujud sebelumnya, mungkin ia sama sekali tidak akan menemukan tempat untuk memasuki pulau-pulau di kawasan ini. Islam sebenarnya telah masuk di pelbagai wilayah Malaysia berabad-abad sebelum pengislaman besar-besaran dimulai.Para pedagang asing telah lama menetap di bandar-bandar dan kerajaan-kerajaan Islam pertama yang terdapat di Sumatera bahagian Utara dan Pantai Barat Semenanjung sejak lebih kurang Abad ke-13, atau mungkin lebih awal daripada itu.Akan tetapi, menurut Harry J.Benda.Baru pada Abad ke 15 dan 16 agama Islam menjadi kekuatan kebudayaan dan agama utama di kepulauan Nusantara. Perubahan yang agak mendadak ini mungkin disebabkan semakin meluasnya ajaran sufisme (mistik Islam) oleh para sufi yang berperanan sebagai pendorong gerak maju agama ini.
Ajaran mistik Islam ini ternyata menemukan banyak titik kesamaan dengan ajaran Hindu dan banyak disebarkan oleh orang daripada India yang beragama Islam.Melalui pelbagai hubungan titik persamaan ini, Islam ternyata mempunyai banyak kesesuaian dengan budaya masyarakat tempatan. Oleh itu unsur tasawuf menjadi aspek yang lebih dominan dalam proses Islamisasi di wilayah ini.
Menurut ahli sejarah Malaysia, Islam masuk ke semenanjung ini sebelum abad ke-12 berbeda pendapat penulis barat yang mengatakan sekitar abad ke-13 atau 14. Penulis Malaysia didasarkan pada mata uang dinar emas yang ditemukan di Klantang tahun 1914, bagian pertama mata uang itu bertuliskan al-julus kelatan dan angka arab 577 H, yang bersamaan dengan tahu 1161 M, bagian kedua bertuliskan äl-Mutawakkil, gelar pemerintahan Kelantang. Dan jika kita lihat batu nisan tua tertulis arab ditemukan ke Kedah tahun 1963 pada makam Syekh Abdul Kadir bin Syekh Husen Shah Alam (w. 291 H), abad ke-9 merupakan awal perkembangan Islam di kawasan selat Malaka dan kawasan-kawasan yang menghadap ke laut Cina Selatan, sebagaimana diakui Dinasti Sung (960-1279), bahwa masyarakat Islam telah tumbuh di sepanjang pantai laut Cina Selatan.
Sekitar tahun 1276 M di masa Sultan Muhammad Syah bertahta di Malaka, datang sebuah kapal dagang dari Jeddah yang dipimping kapten kapal yang bernama Sidi Abdul Aziz, yang juga seorang ulama Islasm, Sidi Abdul Aziz lalu menganjurkan raja Malaka saat itu yang telah di Islamkan untuk menukar namanya menjadi Sultan Muhammad Syah. Dalam sejarah negeri Kedah disebutkan bahwa Islam masuk ke Kedah pada tahun 1501 M, pada suatu hari datanglah seorang alim bangsa Arab di Kedah yang bernama Syekh Abdullah Yamani yang kemudian mengislamkan raja dan pembesar serta anak negeri Kedah. Raja Pramawangsa akhirnya dianjurkan oleh Syekh Abdullah menukar namanya etelah masuk Islam menjadi sultan Muzafar Syah.Syekh Abdullah mendapat kiriman Al- Qurán dari sahabatnya pendakwah di Aceh yaitu Sykh Nuruddin Makki.
Kedatangan Islam dan proses islamisasi berlangsung melalui jalur perdagangan atas peranan para pedagang muslim dan mubaliq dari Arab dan Gujarat, para dai’ setempat dan penguasa Islam.Sejak awal abad ke-7 semananjung Malaka dan nusantara merupsakan jalur perdagangan utama antara Asia Barat dan Timur jauh serta kepulauaan rempah-rempah Maluku, semananjung tidak dapat dipisahkan dari gugusan pulau-pulau nusantara, mereka juga singgah di pelabuhan-pelabuhan semenanjung.
Bahwa proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jasirah Arab, yang pada tahun 1980-an Islam di Malysia mengalami perkembanga dan kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegitan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual dan setiap tahun menyelenggarakan kegiatan Internasional yaitu Musabaqh Tilawatil Al-Qurán yang selalu diikuti oleh Qari dan Qariah Indonesia.
Negara Malaysia yang menganut agama resmi Islam menjamin agama-agama lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaiaan bagi masyarakat, walaupun pemegang jabatan adalah pemimpn-pemimpin muslim, tidak berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tinggi konstitusi negara kebangsaan Malysia.
C.      Perkembangan Islam di Malaysia
Azyumardi Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara termasuk di Malaysia, sedikitnya ada tiga teori.Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut).Kedua, Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar.Ketiga, Islam datang dari Benggali (kini Banglades).Sedangkan mengenai pola penerimaan Islam di Nusantara termasuk di Malaysia dapat kita merujuk pada peryataaan Ahmad M. Sewang bahwa, penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara memperlihatkan dua pola yang berbeda.Pertama, Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan.Kedua, Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasi-kan dan berkembang ke masyarakat bawah.Pola pertama biasa disebut bottom up, dan pola kedua biasa disebut top down. Pola ini menyebabkan Islam berkembang pesat sampai pada saat sekarang di malaysia.
Pola pertama melalui  jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan. Di tengah komunitas yang majemuk ini tentu saja terdapat  tempat mereka berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk dirancang strategi penyebaran agama Islam mengikuti jaringan-jaringan emporium yang telah mereka bina sejak lama. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak penguasa dimana istana sebagai pusat kekuasaan berperan di bidang politik dan penataan kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam birokrasi pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan,  kitab sejarah ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa Muslim.
Sisa-sisa peninggalan sejarah yang juga membuktikan perkembangan Islam di Malaysia dapat dilihat sesudah abad ke sepuluh, pada abad ke-15 misalnya dan ketika itu Brunei masih bergabung dengan malaysia, Salah satu sumber dari cina menyebutkan ada enam masjid di Malaysia dan ditemukan batu nisan silsilah keturunan raja-raja Brunei. Sultan Brunei ketika itu adalah Abdul Djalil Jabar tahun 1660, isterinya adalah putri sultan Sukadana dari Sambas. Kemudian pada tahun 1852 ada masjid jami dibangun di daerah Kucing, pada tahun 1917 dibangun madrasah di Malaysia yang disebut Madrasah Al-Mursyidah. Fakta-fakta sejarah ini mengindikasikan bahwa Islam di Malaysia terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetauan dan pendidikan Islam semakin mengalami kemajuan.
Memasuki awal abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah tahun 1948, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama.Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita kenal Universistas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down).Sebab, penguasa atau pemerintah Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi negara.Warisan undang-undang Malaka yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia.
Di samping itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di Malaysia yang di dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal yang berjumlah 68, hampir identik dengan hukum mazhab Syafii. Pelaksanaan undang-undang yang berdasarkan Alquran, dan realisasi hukum Islam yang sejalan dengan paham Syafii di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara tersebut sudah mengalami perkembangan yang signifikan.
Dengan adanya proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jazirah Arab yang pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegiaan dakwah dan kajian Islam oleh kaum itelektual dan menyelenggarakan kegiatan intenasional yaitu Musabaqah ilawatil Al-Qur’an yang selalu diikuti qari qariah Indonesia. Selain tersebut perkembangan Islam di Malaysia makin bertambah maju dan pesat, dengan bukti banyaknya masjid-masjid yang dibangun, juga terlihat dalam penyelenggaraan jamaah haji yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkemabangan Islam di Malaysia, tidak banyak mengalami hambatan.Bahkan, ditegaskan dalam konstitusi negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara.Di kelantan, hukum hudud (pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992.
Namun demikian Malaysia yang menganut agama resmi Islam tetap menjamin agama-agama lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaian bagi masyarakat walaupun pemegang jabatan adalah pemimpin-pemimpin muslim, tidak berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tingi konstitusi negara kebangsaan Malaysia.







BAB III
PENUTUP
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan dan kaitannya dengan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa :
  1. Malaysia pada awalnya merupakan bagian dari Malaka, sebagaimana Indonesia, Malaysia dalam sejarahnya pernah dikuasai oleh Inggris, namun pada akhrnya Malaysia mendeklarsikan kemerdekaannya pada tanggal 13 Agustus 1957, Singapuara dan Brunei ketika tu masih tegabung Malysia. Setelah taun 1965 Singapura memisahkan diri dengan Malaysia dan pada tahun 1971 Brunei juga memisahkan diri. Akan tetapi Malaysia merupakan negara sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara yang bisa memulihkan perekonomiannya tanpa bantua dana  monoter internasional (IMP).
  2. Islam masuk pertama kali di Malaysia dibawah oleh pedagang Gujarat sekitar abad kesembilan dengan pola penerimaan bottom up yang selanjutnya mengalami perkembangan melalui proses pola top down. Setelah memasuki abad ke-15 Islam di Malaysia mengalami perkembangan yang signifikan dengan ditandai banyaknya bangunan masjid bahkan telah dibangun lembaga pendidikan Madrasah Al-Mursyidiyah. Dan awal abad ke-20 dengan ciri khas perkembangan Islam oleh adanya koordinasi sultan-sultan di setiap negara bagian dalam menegakkan hukum Islam. Setelah masa kemerdekaan perkembangan pemeluk Islam dari segi kuantitasnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
  3. Masyarakat muslim Malaysia dengan jumlah besar senantiasa menjalankan ajaran keagamaannya dengan baik dan benar. Mereka tekun menjalankan ibadah baik yang wajib maupun yang sunnat, merekaa memiliki moralitas yang baik (akhlakul karimah).

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul Rahman Haji, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Alian, Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Al-Attas, Syed Naquib.Islam dalam Sejarah Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Cet.I; Bandung: Mizan, 1990.
Azra, Azyumardi,  Islam Reformis : Dinamika Intelektual dan Geakan, Cet. I; Jakart: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Abdullah , Taufik, dkk., Sejarah Ummat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991)
Arnold , Thomas W, Sejarah Da’wah Islam, diterjemah A. Nawawi Rambe, (Jakarta: Penerbit Widjaya, 1981),
Benda , Harry J, Kontinuitas dan Perubahan Dalam Islam di Indonesia, dalam Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus dan Yayasan Obor Indonesia, 1987),
Boechari, Sidi Ibrahim. Pengaruh Timbal Balik antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau. Jakarta: Gunung Tiga Serangkai, 1981.