BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan hancurnya
komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem
kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi
ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk,
karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya
relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata
lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di
negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan
ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.
Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan
karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang
lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau
kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang
kelebihannya.
Karena
kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang
menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan
negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas
Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada
Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa
umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab.
Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini
sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara
Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah
dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan
untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus
ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan
untuk akhirat.
B. Tujuan Penulisan
1. Sebagai penyelesaian salah satu tugas
mata kuliah Ekonomi Syariah.
2. Sebagai pengetahuan tentang prinsip
Ekonomi Syariah.
3. Sebagai pengetahuan tentang penerapan
ekonomi syariah.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip dasar ekonomi syariah.
2. Bagaimana penerapan hukum ekonomi
syariah.
3. Bagaimana penerapan ekonomi syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim keuangan
dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang
ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah
memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena
dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah
bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi
finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.
Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya
tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi
juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan
restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda
dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi dengan postulat
iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke
dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana
seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu
dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka
dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi
subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang
dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab
itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat
mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu
secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis
sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia.
Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi
guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri
dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan
dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.
Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua,
Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha
yang menghancurkan masyarakat.
3) Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam
adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima
upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah
SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan
dengan suka sama suka diantara kamu…’ (QS 4 : 29).
4) Pemilikan kekayaan pribadi harus
berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk
nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkap kan bahwa,
‘Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk
negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…’ (QS 57:7).
Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan
yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem
Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat
dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini
didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang
sama atas air, padang rumput dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut
menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air,
bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga
berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak
boleh dikuasai oleh individu.
6) Orang muslim harus takut kepada Allah
dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan
takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian
masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak
teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang
berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua
bentuk diskriminasi dan penindasan.
7) Seorang muslim yang kekayaannya melebihi
tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat
distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta
tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen)
untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya
adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari
transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari
pendapatan bersih investasi.
8) (Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba)
atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman,
perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an secara
bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat
dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39,
QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.
Ringkasnya beberapa prinsip ekonomi
syariah adalah sebagai berikut :
1. Riba
Riba secara
bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba
berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999).
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2. Zakat
Zakat merupakan
instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti
setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka
harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin
terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan,
papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah
untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin
mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3. Haram
Sesuatu yang
diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan
dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan
aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka
diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan
Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak
sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi
beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak
boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman
keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan
syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk
memenuhi kebutuhan umat manusia.
4. Gharar dan Maysir
Alquran melarang
secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata
maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan):
penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu
diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam
juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum
Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan
diri melalui permainan judi harus dilarang.
5. Takaful
Takaful adalah
kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti
memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan
pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota
yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan
dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa
yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual
insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang
terjamin (insured).
B.
Penerapan
Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya
upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah
dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana kita ketahui
sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak didominasi
oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah.
Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak
kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya
kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah
Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis
pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya
kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik
itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai
meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan hukum
yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk
Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja
kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan
syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat
muslim kebanyakan.
Disadari atau
tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa ini.
Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita, sebelum
adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan
urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah
kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil
terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang
keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan
dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal
hukum di masyarakat.
Menyadari akan
hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali sejauh
mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita, terlebih
pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi
syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang
menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum dapat
dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan
perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya
sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas
untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada
tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya
upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses
legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif belum
menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses perjalanannya.
Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap perumusan Undang
Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada
pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun KUH
Perdata yang lebih kuat.
3.
Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan
sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan
sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan
kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi
Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15
persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian
bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan
pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran
ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan
struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip
Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank
Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan
perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan
ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur
spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang
sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong
aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah
meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan
keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga
bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena
itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek
non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan,
perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi
berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang
berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan
(tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar
dijamin secara real dengan zat uang tersebut.
2. Islam telah
mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang
beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak
dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank),
seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative
yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa.
Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan,
nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi
perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik
bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi
yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun
keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya
kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.
Seluruh jenis transaksi yang
dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekonomi islam
atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan, bahkan sudah
banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian indonesia.
Penerapan ekonomi islam sendiri menurut saya merupakan perbaikan perekonomian
Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang
kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini
tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat
mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost
dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia.
Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai
jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau
tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh
negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh
karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang
penerapan ekonomi syariah pada perekonomian Indonesia ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://yoyonsasori.blogspot.com/2011/03/penerapan-ekonomi-syariah.html
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/19545
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1111:ekonomi-syariah-sebagai-solusi&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60
http://ekonomisyariah.org/sejarah
http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/12/25/penerapan-hukum-ekonomi-syariah/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=penerapan%20ekonomi%20syariah&source=web&cd=21&ved=0CBYQFjAAOBQ&url=http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/Faktor-Pendukung-Institusi-Lembaga-Keuangan-Sariah.doc&ei=7IKuTvvoLa-emQXr7IXZDg&usg=AFQjCNEaxu54IZeS7kpiSlEjxa_a_M6yTQ
http://stain-manado.ac.id/berita-121-ekonomi-syariah---ekonomi-islam.html
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2010/10/16/prinsip-prinsip-dasar-ekonomi-syariah-2/
http://www.anneahira.com/prinsip-ekonomi-syariah.htm
http://akuntansi.uad.ac.id/forum/index.php?topic=41.0