Jumat, 27 Desember 2013

Makalah Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan konseling diminati oleh orang yang menghendaki kondisi hidup yang membahagiakan. Pelayanan ini dikatakan profesional apabila dilakukan oleh seorang konselor yang berkualitas. Kualitas seorang konselor salah satunya dapat dinilai dari pribadinya. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.
Selain kualitas pribadi yang menyangkut segala aspek kepribadian, seorang konselor juga harus mempunyai keterampilan dasar yang menunjang keberhasilan dalam proses pelayanan (konseling). Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktik konselingnya.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kualitas Pribadi Konselor
Seorang konselor dilahirkan bukan karena pendidikan dan latihan profesinya semata-mata. Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktik konselingnya (Nelson-Jones. 1997: 9).
Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun konseling merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan konseling.
Salah satu pengenalan diri sendiri adalah pemahaman perasan-perasaan dan sikap-sikap diri sendiri pada waktu memulai pendidikan menjadi konselor (Geldard, 1989: 3). Perasaan dan sikap seseorang pada awal pendidikan dan latihan untuk menjadi konselor sangat berbeda dengan perasaan dan sikapnya sesudah menjadi konselor yang efektif.
Agar dapat memenuhi kebutuhan klien, seorang konselor harus memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna efektif dalam konseling. Menilai efektivitas konseling biasanya sangat subjektif dan mempunyai dua perspektif, yaitu perspektif konselor dan klien.
Salah satu cara untuk memahami perspektif klien adalah memahami alasan-alasan klien untuk memperoleh konseling. Diantara klien ada yang memiliki harapan yang realistis dan ada pula yang tidak realistis, bahkan ada yang mengharap konselor dapat memberikan petunjuk praktis untuk menyelesaikan masalahnya itu.
Seorang konselor yang efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan tujuan-tujuan konseling. Beberapa tujuan konseling adalah:
1.      Membantu klien merasa lebih baik,
2.      Membantu klien menjadi percaya diri,
3.      Memperoleh keterampilan-keterampilan untuk menghadapi situasi pada saat ini dan di kemudian hari dalam cara-cara yang konstruktif.
Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh. Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang diperlukan seorang konselor agar konselingnya efektif, yaitu:
1.      Kongruensi
Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu konselor yang dalam perilaku hidupnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh, baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya.
2.      Empati
Konselor memiliki kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang lain dan rasa kebersamaan dengan klien.
3.      Perhatian positif tanpa syarat pada klien
Maksud dari konselor dapat memberikan perhatian positif tanpa syarat yaitu konselor dapat menerima klien sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya.
Sedangkan Cavanagh (1982) mengemukakan kualitas pribadi konselor ditandai dengan ciri-ciri]:
a.         Pemahaman Diri (self-knowledge)
Pemahaman diri berarti memahami dirinya sendiri, dia harus tahu apa-apa yang akan dan harus dia lakukan. Pemahaman diri sangat perlu karena konselor harus mampu mengenal dan memahami kliennya. Dengan adanya pemahaman diri, diharapkan akan dapat memahami klien dengan baik.
b.    Kompeten (competent)
Konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi ini sangat penting untuk efisisensi waktu agar konseling dapat berjalan dengan cepat dan menghasilkan pemecahan masalah yang memuaskan.
c.    Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut untuk memiliki kesehatan psikologis yang baik, bahkan harus lebih baik dari kliennya. Karena konselor harus menghadapi klien yang keadaan psikologisnya sedang kacau, agar konselor dapat membantu memecahkan masalah klien dengan baik.
d.   Dapat Dipercaya
Hal ini sangat penting karena menyangkut pribadi klien. Apabila konselor tidak dapat dipercaya, klien akan merasa terancam akan hal-hal pribadi yang akan diungkapkan kepada konselor, sehingga proses konseling tidak akan berjalan dengan baik dan maksimal. Oleh karena itu, kepercayaan harus dipupuk dan ditumbuhkan terlebih dahulu. Apabila kepercayaan sudah tertanam pada diri klien kepada konselor, maka konseling akan berjalan dengan maksimal.
e.    Jujur (honesty)
Jujur merupakan komponen yang sangat penting bagi jalannya konseling, baik dari pihak konselor maupun klien. Karena apabila konseling berjalan dengan jujur, keterbukaan, maka konseling akan berjalan dengan baik dan menghasilkan pemecahan masalah yang memuaskan pula.
f.       Kekuatan (strength)
Arti kekuatan disini adalah seorang konselor harus memiliki sikap :
1. Tabah dalam menghadapi masalah
2. Dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya
3. Dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi
g.  Bersikap Hangat
Seorang konselor harus ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih saying kepada klien yang sedang mempunyai masalah, sehingga klien merasa nyaman dan diperhatikan dalam proses konseling oleh konselor. Dan dengan begitu klien akan membuka dirinya, sehingga apa yang diceritakan sesuai dengan apa yang dihadapi klien.
Adapun ciri-ciri konselor:
a.       Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ciri ini hendaknya tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor, dalam memperlakukan klien, dan dalam pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang akan dipergunakan
b.      Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual, dan sosial.
c.       Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis
d.      Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia. Dalam hal ini konselor dituntut selalu bertindak dan berperilaku sesuai nilai, norma, dan moral yang berlaku.
e.       Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh, sehingga ia tidah mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling. Selain itu, ia juga harus memiliki kestabilan emosi yang mantap, agar ia tidak mudah larut atau terbawa oleh suasana emosional kliennya.
f.       Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik.[7]
Ciri-ciri konselor yang lebih khusus menurut Corey (1977: 234-235):
a.       Memiliki cara-cara sendiri
b.      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri
c.       Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
d.      Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar
e.       Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan orang lain
f.       Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuan
g.      Memiliki identitas diri, yaitu mereka mengetahui siapa diri mereka, apa yang dapat dicapai, keinginan-keinginan dalam hidup, dan hal- hal apa yang penting
h.      Mempunyai rasa empati yang tidak posesif, yaitu bahwa seorang konselor mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain. Dalam empatinya itu terkandung kepedulian, kehangatan, perhatian positif, dan kontrol diri
i.        Hidup, artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan
j.        Otentik, nyata, sejalan, jujur, dan bijak.
k.      Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang dikasihi serta mempunyai kemampuan untuk memperhatikan orang lain
l.        Hidup pada masa kini. Seorang konselor tidak mencap dirinya dengan apa yang seharusnya dilakukan pada masa lalu ataupun apa yang seharusnya dilakukan pada masa datang. Sehingga seorang konselor itu dapat menjalani masa kini, hidup pada masa kini dan berada bersama orang lain pada masa kini
m.    Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahan
n.      Dapat terlibat secara mendala dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan.
B.     Keterampilan Dasar dalam Konseling
Sebagai fasilitator penyelenggaraan konseling, seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan dasar konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor dalam konseling di bagi dalam beberapa tahap, yaitu[9]:
1.         Tahap Awal
Tahap awal konseling disebut dengan tahap identifikasi masalah. Dalam tahap ini ada sejumlah keterampilan yang bisa diterapkan oleh konselor yaitu:
a.         Keterampilan Attending (Attending Skills)
Keterampilan attending merupakan usaha pembinaan untuk menghadirkan klien dalam proses konseling. Keterampilan dasar ini harus dikuasai oleh konselor karena keberhasilan membangun kondisi awal akan menentukan proses dan hasil konseling yang diselenggarakan. Keterampilan attending diwujudkan dalam bentuk kontak mata dengan klien, bahasa tubuh dan bahasa lisan. Kemampuan attending konselor, akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka.
b.         Keterampilan Mendengarkan
Keterampilan mendengarkan adalah kemampuan konselor menyimak atau memperhatikan penuturan klien selama proses konseling berlangsung. Konselor harus bisa jadi pendengar yang baik selama sesi konseling berlangsung. Tanpa keterampilan ini, konselor tidak akan dapat menangkap pesan pembicaraan.
c.         Keterampilan Berempati (Emphaty Skills)
Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien. Empati diwali dengan simpati, yaitu kemampuan konselor memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien.
d.        Keterampilan Refleksi
Keterampilan refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien.
e.         Keterampilan Ekplorasi
Istilah ekplorasi berarti penelusuran atau penggalian. Keterampilan ekplorasi adalah suatu keterampilan konselor untuk untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien.
f.          Keterampilan Bertanya
Adalah suatu kemampuan pembimbing atau konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada sesi konseling.
g.         Keterampilan Menangkap Pesan Utama
Dalam sesi konseling sering klien mengemukakan perasaan, pikiran dan pengalamanya secara berbelit-belit. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan konselor menangkap pesan utama. Keterampilan ini bertujuan untuk mengatakan kembali inti ungkapan klien.
h.         Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal
Adalah kemampuan konselor memberikan dorongan langsung dan singkat terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien.
2.         Tahap Pertengahan
a.       Keterampilan Menyimpulkan Sementara
Adalah suatu kemampuan konselor bersama klien untuk menyampaikan kemajuan hasil pembicaraan, mempertajam atau memperjelas focus wawancara konseling.
b.      Keterampilan Memimpin
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak menyimpang, konselor harus harus memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling dapat tercapai secara afektif dan efisien.
c.       Keterampilan Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus mempu membuat focus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan terhadap klien. Kemampuan ini akan membantu klien memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan.
d.      Keterampilan Melakukan Konfrontasi (Clarifying)
Konfrontasi merupakan suatu kemampuan konselor menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi antara perkataan dengan bahasa badan atau perbuatan dan ide awal dengan ide berikutnya.
e.       Keterampilan Menjernihkan (Facilitating)
Keterampilan menjernihkan adalah kemampuan konselor menjernihkan atau memperjelas ucapan-ucapan klien yang samar- samar, kurang jelas dan agak meragukan.
f.       Keterampilan Memudahkan
Memudahkan adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga komunikasi dan partisipasi meningkat serta proses konseling berlangsung secara efektif.
g.      Keterampilan Mengarahkan (Directing)
Directing adalah kemampuan konselor mengajak dan mengarahkan klien untuk berpatisipasi secara penuh dalam proses konseling.
h.      Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal
Adalah suatu upaya konselor memberikan dorongan secara langsung dan singkat agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka.
i.        Keterampilan Sailing (Saat Diam)
Dalam proses konseling, diam atau tidak bersuara bias menjadi teknik konseling. Oleh sebab itu, konselor harus dapat memanfaatkan situasi.
j.        Keterampilan Mengambil Inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh konselor apabila klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam dan kurang pertisipatif, keterampilan ini ini diterapkan apabila akan mengambil inisiatif jika klien tampak kurang bersemangat.
k.      Keterampilan Memberi Nasihat
Nasihat bias diberikan kepada klien apabila ia meminta. Meskipun demikian pemberian nasihat tetap perlu harus pertimbangkan.
l.        Keterampilan Memberi Imformasi
Informasi diberikan oleh konselor kepada klien harus hal-hal yang diketahui konselor. Apabila konselor tidak mengetahui informasi apa yang dikehendaki klien, klien secara jujur harus mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui informasi dan sebaliknya.
m.    Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi
Merupakan upaya konselor mengulas pikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan merujuk kepada teori-teori.
3.           Tahap Akhir (Action)
a.       Keterampilan Menyimpulkan
Merupakan kemampuan konselor mengambil inti pokok pembicaraan selama proses konseling berlangsung.
b.      Keterampilan Merencanakan
Menjelang sesi akhir wawancara konseling, konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, yaitu rencana perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan klien.
c.       Keterampilan Menilai
Berarti kemampuan konselor menetapakan batas-batas atau ukuran-ukuran keberhasilan proses konseling yang telah dilaksanakan.
d.      Keterampilan Mengakhiri Konseling
Merupakan suatu konselor menutup sesi konseling. Secara umum penutupan sesi konseling dilakukan oleh konselor dengan melakukan hal- hal sebagai berikut:
1)   Mengatakan bahwa waktu konseling akan berakhir,
2)   Merangkum isi pembiaraan,
3)   Menunjuk kepada klien tentang pertemuan yang akan datang,
4)   Mengajak klien berdiri sambil menunjukkan isyarat gerak tangan,
5)   Menunjukkan catatan-catatan singkat kepada klien tantang hasil pembiaraan,
6)   Memberikan tugas-tugas kepada klien apabila diperlukan.

Selain itu, seorang konselor perlu memperhatikan dan menguasai beberapa hal berikut:
1.         Keterampilan Mikro
Meliputi squartly (jujur, face to face), open (terbuka), lean (jarak konselor-klien tidak boleh terlalu jauh dan terlalu dekat), eye contact (saling melihat), relaks. Dengan demikian, konselor harus bersikahp jujur, terbuka, berada di tempat yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dari klien, menatap klien untuk mengobservasi ekspresi yang ditangkap lewat masalah klien, tidak tegang dan tidak terbawa dalam masalah.
2.    Keterampilan Nonverbal
Artinya konselor harus dapat menangkap arti reaksi ekspresi wajah, mimic, gerakan mata, tubuh, tangan, untuk kemudian dapat melihat secara jelas esensi masalah yang tengah terjadi.
3.    Keterampilan Bersama Klien Secara Emosional

Ketiga keterampilan tersebut akan memudahkan memahami reaksi klien dan pengungkapan yang tepat agar pemberian bantuan terhadap masalah secara tepat. Dengan mengetahui dimensi keterampilan komunikasi tersebut akan menghindari kesalahan dalam memberikan tanggapan terhadap apa yang sedang dialami oleh klien.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan kenseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupunj orang dewasa, sehingga bimbingan dan konseling itu tidak terbatas pada umur tertentu. Bimbimngan dan konseling harus diberikan secara bersambung dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal tersebut (seorang konselor). Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan konseling. Karena seorang konselor diharuskan mempunyai kualitas kepribadian yang akan menunjang keberhasilan dalam proses pelayanan (konseling). Selain kualitas kepribadian, seorang konselorpun harus memahami beberapa keterampilan dasar dalam konseling. Sebab kualitas kepribadian dan keterampilan dasar dalam konseling ini akan sangat mempengaruhi proses pelayanan yang akan menunjuk kepada berhasil tidaknya seorang konselor dalam menangani suatu permasalahan dari klien.











DFTAR PUSTAKA
[1] Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), h. 18.
[2] Ibid, h. 18-19.
[3] Ibid, h. 19.
[4] Ibid, h. 20
[5] Ibid, h. 20-21
[6] http://counselingkonseling.blogspot.com/2010/03/kualitas-pribadi-konselor.html, di unggah pada 29 September 2011, pukul 16.30.
[7] Ibid, h. 22-23.
[8] Ibid, h. 23-26.
[9] http://counselingkonseling.blogspot.com/2010/03/kualitas-pribadi-konselor.html, di unggah pada 29 September 2011, pukul 16.30.
[10] Elfy Mu’awamah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 145.