BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan
konseling diminati oleh orang yang menghendaki kondisi hidup yang
membahagiakan. Pelayanan ini dikatakan profesional apabila dilakukan oleh
seorang konselor yang berkualitas. Kualitas seorang konselor salah satunya
dapat dinilai dari pribadinya. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang
menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan
keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia
peroleh.
Selain kualitas pribadi
yang menyangkut segala aspek kepribadian, seorang konselor juga harus mempunyai
keterampilan dasar yang menunjang keberhasilan dalam proses pelayanan
(konseling). Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai
dengan mempelajari berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari
pengalaman praktik konselingnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kualitas Pribadi Konselor
Seorang konselor
dilahirkan bukan karena pendidikan dan latihan profesinya semata-mata. Menjadi
konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari
berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktik
konselingnya (Nelson-Jones. 1997: 9).
Menjadi konselor yang
baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien,
memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling.
Membangun konseling merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan
konseling.
Salah satu pengenalan
diri sendiri adalah pemahaman perasan-perasaan dan sikap-sikap diri sendiri
pada waktu memulai pendidikan menjadi konselor (Geldard, 1989: 3). Perasaan dan
sikap seseorang pada awal pendidikan dan latihan untuk menjadi konselor sangat
berbeda dengan perasaan dan sikapnya sesudah menjadi konselor yang efektif.
Agar dapat memenuhi
kebutuhan klien, seorang konselor harus memiliki pemahaman tentang maksud dan
tujuan proses konseling. Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna
efektif dalam konseling. Menilai efektivitas konseling biasanya sangat
subjektif dan mempunyai dua perspektif, yaitu perspektif konselor dan klien.
Salah satu cara untuk
memahami perspektif klien adalah memahami alasan-alasan klien untuk memperoleh
konseling. Diantara klien ada yang memiliki harapan yang realistis dan ada pula
yang tidak realistis, bahkan ada yang mengharap konselor dapat memberikan
petunjuk praktis untuk menyelesaikan masalahnya itu.
Seorang konselor yang
efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan
tujuan-tujuan konseling. Beberapa tujuan konseling adalah:
1.
Membantu klien merasa lebih baik,
2.
Membantu klien menjadi percaya diri,
3.
Memperoleh keterampilan-keterampilan untuk menghadapi situasi pada saat
ini dan di kemudian hari dalam cara-cara yang konstruktif.
Kualitas pribadi
konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat
penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan
dan latihan yang ia peroleh. Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang
diperlukan seorang konselor agar konselingnya efektif, yaitu:
1.
Kongruensi
Konselor yang memiliki
kualitas kongruen, yaitu konselor yang dalam perilaku hidupnya menunjukkan
sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh, baik dalam kehidupan
pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya.
2.
Empati
Konselor memiliki
kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang lain dan rasa
kebersamaan dengan klien.
3.
Perhatian positif tanpa syarat pada klien
Maksud dari konselor
dapat memberikan perhatian positif tanpa syarat yaitu konselor dapat menerima
klien sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya.
Sedangkan Cavanagh
(1982) mengemukakan kualitas pribadi konselor ditandai dengan ciri-ciri]:
a. Pemahaman Diri (self-knowledge)
Pemahaman diri berarti
memahami dirinya sendiri, dia harus tahu apa-apa yang akan dan harus dia
lakukan. Pemahaman diri sangat perlu karena konselor harus mampu mengenal dan
memahami kliennya. Dengan adanya pemahaman diri, diharapkan akan dapat memahami
klien dengan baik.
b.
Kompeten (competent)
Konselor memiliki
kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang
berguna. Kompetensi ini sangat penting untuk efisisensi waktu agar konseling
dapat berjalan dengan cepat dan menghasilkan pemecahan masalah yang memuaskan.
c.
Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut untuk
memiliki kesehatan psikologis yang baik, bahkan harus lebih baik dari kliennya.
Karena konselor harus menghadapi klien yang keadaan psikologisnya sedang kacau,
agar konselor dapat membantu memecahkan masalah klien dengan baik.
d.
Dapat Dipercaya
Hal ini sangat penting
karena menyangkut pribadi klien. Apabila konselor tidak dapat dipercaya, klien
akan merasa terancam akan hal-hal pribadi yang akan diungkapkan kepada
konselor, sehingga proses konseling tidak akan berjalan dengan baik dan
maksimal. Oleh karena itu, kepercayaan harus dipupuk dan ditumbuhkan terlebih
dahulu. Apabila kepercayaan sudah tertanam pada diri klien kepada konselor,
maka konseling akan berjalan dengan maksimal.
e.
Jujur (honesty)
Jujur merupakan
komponen yang sangat penting bagi jalannya konseling, baik dari pihak konselor
maupun klien. Karena apabila konseling berjalan dengan jujur, keterbukaan, maka
konseling akan berjalan dengan baik dan menghasilkan pemecahan masalah yang
memuaskan pula.
f.
Kekuatan (strength)
Arti kekuatan disini
adalah seorang konselor harus memiliki sikap :
1. Tabah dalam menghadapi masalah
2. Dapat mendorong klien untuk mengatasi
masalahnya
3. Dapat menanggulangi kebutuhan dan
masalah pribadi
g.
Bersikap Hangat
Seorang konselor harus
ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih saying kepada klien yang sedang
mempunyai masalah, sehingga klien merasa nyaman dan diperhatikan dalam proses
konseling oleh konselor. Dan dengan begitu klien akan membuka dirinya, sehingga
apa yang diceritakan sesuai dengan apa yang dihadapi klien.
Adapun ciri-ciri konselor:
a.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ciri ini hendaknya
tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor, dalam memperlakukan klien,
dan dalam pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang akan
dipergunakan
b.
Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, individual, dan sosial.
c.
Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap
demokratis
d.
Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia.
Dalam hal ini konselor dituntut selalu bertindak dan berperilaku sesuai nilai,
norma, dan moral yang berlaku.
e.
Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan
emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh, sehingga
ia tidah mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling. Selain
itu, ia juga harus memiliki kestabilan emosi yang mantap, agar ia tidak mudah
larut atau terbawa oleh suasana emosional kliennya.
f.
Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik.[7]
Ciri-ciri konselor yang lebih khusus
menurut Corey (1977: 234-235):
a.
Memiliki cara-cara sendiri
b.
Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri
c.
Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
d.
Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar
e.
Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan
orang lain
f.
Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap
ketidakmenentuan
g.
Memiliki identitas diri, yaitu mereka mengetahui siapa diri mereka, apa
yang dapat dicapai, keinginan-keinginan dalam hidup, dan hal- hal apa yang
penting
h.
Mempunyai rasa empati yang tidak posesif, yaitu bahwa seorang konselor
mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain. Dalam empatinya itu terkandung
kepedulian, kehangatan, perhatian positif, dan kontrol diri
i.
Hidup, artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan
j.
Otentik, nyata, sejalan, jujur, dan bijak.
k.
Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh
hati, mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang dikasihi serta mempunyai
kemampuan untuk memperhatikan orang lain
l.
Hidup pada masa kini. Seorang konselor tidak mencap dirinya dengan apa
yang seharusnya dilakukan pada masa lalu ataupun apa yang seharusnya dilakukan
pada masa datang. Sehingga seorang konselor itu dapat menjalani masa kini,
hidup pada masa kini dan berada bersama orang lain pada masa kini
m.
Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahan
n.
Dapat terlibat secara mendala dengan pekerjaan-pekerjaan dan
kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui
kegiatan-kegiatan.
B. Keterampilan Dasar dalam Konseling
Sebagai fasilitator penyelenggaraan
konseling, seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan dasar
konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Keterampilan dasar yang
harus dimiliki oleh seorang konselor dalam konseling di bagi dalam beberapa
tahap, yaitu[9]:
1. Tahap Awal
Tahap awal konseling disebut dengan
tahap identifikasi masalah. Dalam tahap ini ada sejumlah keterampilan yang bisa
diterapkan oleh konselor yaitu:
a. Keterampilan Attending (Attending
Skills)
Keterampilan attending merupakan usaha
pembinaan untuk menghadirkan klien dalam proses konseling. Keterampilan dasar
ini harus dikuasai oleh konselor karena keberhasilan membangun kondisi awal
akan menentukan proses dan hasil konseling yang diselenggarakan. Keterampilan
attending diwujudkan dalam bentuk kontak mata dengan klien, bahasa tubuh dan
bahasa lisan. Kemampuan attending konselor, akan memudahkan konselor untuk
membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka.
b. Keterampilan Mendengarkan
Keterampilan mendengarkan adalah
kemampuan konselor menyimak atau memperhatikan penuturan klien selama proses
konseling berlangsung. Konselor harus bisa jadi pendengar yang baik selama sesi
konseling berlangsung. Tanpa keterampilan ini, konselor tidak akan dapat
menangkap pesan pembicaraan.
c. Keterampilan Berempati (Emphaty
Skills)
Empati adalah kemampuan konselor untuk
merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien. Empati
diwali dengan simpati, yaitu kemampuan konselor memahami perasaan, pikiran,
keinginan dan pengalaman klien.
d.
Keterampilan Refleksi
Keterampilan refleksi adalah
keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan,
pikiran, dan pengalaman klien.
e. Keterampilan Ekplorasi
Istilah ekplorasi berarti penelusuran
atau penggalian. Keterampilan ekplorasi adalah suatu keterampilan konselor
untuk untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien.
f. Keterampilan Bertanya
Adalah suatu kemampuan pembimbing atau
konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada sesi konseling.
g. Keterampilan Menangkap Pesan Utama
Dalam sesi konseling sering klien
mengemukakan perasaan, pikiran dan pengalamanya secara berbelit-belit. Oleh
sebab itu, diperlukan kemampuan konselor menangkap pesan utama. Keterampilan
ini bertujuan untuk mengatakan kembali inti ungkapan klien.
h.
Keterampilan Memberikan
Dorongan Minimal
Adalah kemampuan konselor memberikan
dorongan langsung dan singkat terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien.
2. Tahap Pertengahan
a.
Keterampilan Menyimpulkan Sementara
Adalah suatu kemampuan konselor bersama
klien untuk menyampaikan kemajuan hasil pembicaraan, mempertajam atau
memperjelas focus wawancara konseling.
b.
Keterampilan Memimpin
Agar pembicaraan dalam wawancara
konseling tidak menyimpang, konselor harus harus memimpin arah pembicaraan
sehingga tujuan konseling dapat tercapai secara afektif dan efisien.
c.
Keterampilan Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus
mempu membuat focus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan
terhadap klien. Kemampuan ini akan membantu klien memusatkan perhatiannya pada
pokok pembicaraan.
d.
Keterampilan Melakukan Konfrontasi (Clarifying)
Konfrontasi merupakan suatu kemampuan
konselor menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi antara perkataan
dengan bahasa badan atau perbuatan dan ide awal dengan ide berikutnya.
e.
Keterampilan Menjernihkan (Facilitating)
Keterampilan menjernihkan adalah
kemampuan konselor menjernihkan atau memperjelas ucapan-ucapan klien yang
samar- samar, kurang jelas dan agak meragukan.
f.
Keterampilan Memudahkan
Memudahkan adalah suatu keterampilan
membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan
menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga komunikasi
dan partisipasi meningkat serta proses konseling berlangsung secara efektif.
g.
Keterampilan Mengarahkan (Directing)
Directing adalah kemampuan konselor
mengajak dan mengarahkan klien untuk berpatisipasi secara penuh dalam proses
konseling.
h.
Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal
Adalah suatu upaya konselor memberikan
dorongan secara langsung dan singkat agar kliennya selalu terlibat dalam
pembicaraan dan dirinya terbuka.
i.
Keterampilan Sailing (Saat Diam)
Dalam proses konseling, diam atau tidak
bersuara bias menjadi teknik konseling. Oleh sebab itu, konselor harus dapat
memanfaatkan situasi.
j.
Keterampilan Mengambil Inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh
konselor apabila klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam dan
kurang pertisipatif, keterampilan ini ini diterapkan apabila akan mengambil
inisiatif jika klien tampak kurang bersemangat.
k.
Keterampilan Memberi Nasihat
Nasihat bias diberikan kepada klien
apabila ia meminta. Meskipun demikian pemberian nasihat tetap perlu harus
pertimbangkan.
l.
Keterampilan Memberi Imformasi
Informasi diberikan oleh konselor kepada
klien harus hal-hal yang diketahui konselor. Apabila konselor tidak mengetahui
informasi apa yang dikehendaki klien, klien secara jujur harus mengatakan bahwa
dirinya tidak mengetahui informasi dan sebaliknya.
m.
Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi
Merupakan upaya konselor mengulas
pikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan merujuk kepada teori-teori.
3. Tahap Akhir (Action)
a.
Keterampilan Menyimpulkan
Merupakan kemampuan konselor mengambil
inti pokok pembicaraan selama proses konseling berlangsung.
b.
Keterampilan Merencanakan
Menjelang sesi akhir wawancara
konseling, konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa
suatu program untuk action, yaitu rencana perbuatan nyata yang produktif bagi
kemajuan klien.
c.
Keterampilan Menilai
Berarti kemampuan konselor menetapakan
batas-batas atau ukuran-ukuran keberhasilan proses konseling yang telah
dilaksanakan.
d.
Keterampilan Mengakhiri Konseling
Merupakan suatu konselor menutup sesi
konseling. Secara umum penutupan sesi konseling dilakukan oleh konselor dengan
melakukan hal- hal sebagai berikut:
1)
Mengatakan bahwa waktu konseling akan berakhir,
2)
Merangkum isi pembiaraan,
3)
Menunjuk kepada klien tentang pertemuan yang akan datang,
4)
Mengajak klien berdiri sambil menunjukkan isyarat gerak tangan,
5)
Menunjukkan catatan-catatan singkat kepada klien tantang hasil
pembiaraan,
6)
Memberikan tugas-tugas kepada klien apabila diperlukan.
Selain itu, seorang konselor perlu
memperhatikan dan menguasai beberapa hal berikut:
1. Keterampilan Mikro
Meliputi squartly (jujur, face to face),
open (terbuka), lean (jarak konselor-klien tidak boleh terlalu jauh dan terlalu
dekat), eye contact (saling melihat), relaks. Dengan demikian, konselor harus
bersikahp jujur, terbuka, berada di tempat yang tidak terlalu jauh dan tidak
terlalu dekat dari klien, menatap klien untuk mengobservasi ekspresi yang ditangkap
lewat masalah klien, tidak tegang dan tidak terbawa dalam masalah.
2.
Keterampilan Nonverbal
Artinya konselor harus dapat menangkap
arti reaksi ekspresi wajah, mimic, gerakan mata, tubuh, tangan, untuk kemudian
dapat melihat secara jelas esensi masalah yang tengah terjadi.
3.
Keterampilan Bersama Klien Secara Emosional
Ketiga keterampilan tersebut akan
memudahkan memahami reaksi klien dan pengungkapan yang tepat agar pemberian
bantuan terhadap masalah secara tepat. Dengan mengetahui dimensi keterampilan
komunikasi tersebut akan menghindari kesalahan dalam memberikan tanggapan
terhadap apa yang sedang dialami oleh klien.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan kenseling
diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupunj orang dewasa,
sehingga bimbingan dan konseling itu tidak terbatas pada umur tertentu.
Bimbimngan dan konseling harus diberikan secara bersambung dan diberikan oleh
orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal tersebut (seorang konselor).
Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan konseling.
Karena seorang konselor diharuskan mempunyai kualitas kepribadian yang akan
menunjang keberhasilan dalam proses pelayanan (konseling). Selain kualitas
kepribadian, seorang konselorpun harus memahami beberapa keterampilan dasar
dalam konseling. Sebab kualitas kepribadian dan keterampilan dasar dalam
konseling ini akan sangat mempengaruhi proses pelayanan yang akan menunjuk
kepada berhasil tidaknya seorang konselor dalam menangani suatu permasalahan dari
klien.
DFTAR PUSTAKA
[1] Mamat Supriatna, Bimbingan dan
Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2011), h. 18.
[2] Ibid, h. 18-19.
[3] Ibid, h. 19.
[4] Ibid, h. 20
[5] Ibid, h. 20-21
[6]
http://counselingkonseling.blogspot.com/2010/03/kualitas-pribadi-konselor.html,
di unggah pada 29 September 2011, pukul 16.30.
[7] Ibid, h. 22-23.
[8] Ibid, h. 23-26.
[9]
http://counselingkonseling.blogspot.com/2010/03/kualitas-pribadi-konselor.html,
di unggah pada 29 September 2011, pukul 16.30.
[10] Elfy Mu’awamah dan Rifa Hidayah,
Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 145.