Jumat, 27 Desember 2013

Pengertian Al-Qolbu



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Mana kala kemunduran akhl;ak telah menimpa suatu kaum, laksanakanlah upacara kesedihan dan duka cita” (Syauqi al-Marhum)
Sejak bangsa Indonesia dilanda krisis ekonomi yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing pada pertengahan tahun 1998 silam, keadaan bangsa Indonesia yang baru saja memasuki era tinggal landas menjadi sangat memperihatinkan. Krisis ekonomi yang melanda demikian cepat itu berdampak pada instabilitas politik dan seluruh aspek kehidupan bangsa ini. Arus reformasi yang menntut suksesi kepemimpinan nasionalpun terus bergulir semakin kuat. Ternyata akibat da ri semua kejadian itu berdampak pada rakyat Indonesia sendiri. Rakyatlah yang seolah menjadi tumbal dari semua kejadian di negeri ini, sementara para pejabat, tetap saja hidup dalam kemegahan dan kemewahannya. Para pekerja, karyawan dan para buruh di pabrik-pabrik banyak menerima PHK secara sepihak lantaran beberapa perusahaan dan instansi tempat mereka bekerja gulung tikar, sehingga tingkat pengangguran melonjak begitu drastis, dan tindak kriminalitas semakin merajalela. Keadaan negara kian hari kian bertambah terpuruk, sehingga banyak sekali komponen masyarakat yang kehilangan pegangan hidup. Keadaan semacam ini tampaknya memang tidak mudah untuk diatasi, bahkan membekas hingga saat ini. Barangkali inilah konsekuensi sistem kapitalisme yang dimanifestasikan modernisme.
Memang, jika kita memperhatikan fenomena kehidupan manusia di era moderen saat ini, kita akan banyak sekali menemukan gejala yang sangat unik mengenai pola hidup yang mereka lakukan. Di dunia barat, belahan dunia yang menjadi simbol modernisme dimana masyarakatnya telah melampaui dan menjangkau kecanggihan teknologi (the post industrial society), suatu komunitas yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa dengan segala perangkat teknologi yang demikian canggih dan serba otomatis itu, pada faktanya justru sedang dihadapkan pada suatu problematika kehidupan yang sangat serius, yakni hilangnya eksistensi diri sebagai manusia yang sebenarnya
Ternyata kemajuan teknologi yang sangat pesat itu disamping memiliki segi-segi positif bagi kehidupan manusia seperti efisiensi dan berbagai kemudahan-kemudahan materiil, ia juga memiliki efek dan akses-akses negatif yang dampaknya begitu berpengaruh dan sangat dirasakan umat manusia di era modern. Jawaban-jawaban yang diberikan era modern dengan peralatan teknologinya yang serba canggih justru menyebabkan manusia banyak yang lari dari paham keagamaan yang selama ini mereka pegang. Manusia era modern dalam hal ini telah memasuki babak baru kehidupan mereka yakni The post industrial society, sehingga paham sekulerisme berkembang pesat.
Bahwa masyarakat modern memang sedang dihadapkan pada persoalan determinasi dan hilangnya eksistensi diri, hal tersebut telah dijelaskan dan diakui sejak lama oleh para filosof dan pemikir sosial baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim. Dari dunia Barat tercatat nama seperti G.W.F Hegel (1770-1831), Erich Fromm dengan filsafat cintanya, Karl Marx (1818-1883) dengan teori alienasinya, bahkan juga Nietzche (1844-1900) dengan filsafat eksistensialismenya. Secara umum pendapat dan pemikiran mereka tentang manusia itu tertuang dalam paham humanisme; yaitu suatu paham yang hendak memanusiakan manusia, setelah mereka oleh modernisme sering kali tidak dimanusiakan.
Sementara itu dari kalangan Islam, mereka mencoba mengangkat tema-tema keislaman sebagai solusi dalam mengatasi problem krisis modernisme. Diantara sebagian pemikir itu tercatat nama seperti S.H. Nasr, Yususf Qardhawi, Fazlur Rahman, dan juga Ali Syari’ati yang secara vulgar mengadopsi istilah humanisme dengan hanya memberi sedikit label keislaman, serta masih banyak lagi para pemikir Islam abad kedua puluh lainnya.
Disebabkan demikian kuatnya hegemoni dan pengaruh kebudayaan Barat terhadap kebudayaan lainnya di penjuru dunia dengan paham modernismenya tadi, maka dampak modernismepun kemudian tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Barat saja. Sepanjang daratan Atlantik hingga teluk Arab, terutama pada puluhan tahun terakhir banyak sekali dijumpai kenyataan-kenyataan berkaitan dengan kebobrokan moral, meskipun kita (bangsa Timur) telah diakui sebagai masyarakat yang bermoral .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sebagai bentuk kata benda (nouns) kata krisis memang dapat dinisbatkan untuk merujuk berbagai keadaan di berbagai bidang. Ia dapat digunakan pada bidang ekonomi, kedokoteran, kebudayaan atau bidang sastra. Oleh karena itu dalam penelitian in penulis akan membatasi pemakaian istilah krisis tersebut untuk merujuk bidang moral. Yakni sumber utama dari segala krisis di semua bidang tersebut menurut perspektif agama (tasawuf), dengan memfokuskan telaahannya pada konsep Manajemen Qolbu (MQ) yang digagas Aa Gym.
Agar pembahasan skripsi ini menjadi lebih terarah dan komprehensif, penulis akan merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: a. latar belakang ide MQ, b). hubungannya dengan konsep tasawuf pada umumnya tentang qalbu, c. perbedaan dan persamaan konsep MQ dengan konsep tasawuf pada umumnya, dan d. sejauh manakah efektivitas konsep MQ dalam membentuk karakter para jamaahnya.
a.Hipotesis
Dari perumusan masalah di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H 1: Semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang konsep MQ, akan berakibat positif pada karakter dan perilakunya, demikian pula sebaliknya. Jadi terdapat korelasi positif antara konsep MQ dengan perilaku sehari-hari.
H 2: Kharisma dan keteladanan kiai mempengaruhi paradigma seseorang dalam memahami konsep MQ.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah:
1.      mengetahui latar belakang konsep MQ sebagai solusi yang ditawarkan Aa Gym berkaitan dengan kondisi krisis berkepanjangan yang menimpa bangsa Indonesia; bagaimana konsep ini bisa lahir, bagaimana hubungan konsep ini dengan konsep para sufi pada umumnya tentang qalbu, dan sejauh manakah efektivitas konsep MQ dalam memberikan solusi bagi penyelesaian krisis bangsa.
2.    Sebagai sumbangan pemikiran dalam bentuk skripsi untuk memperluas dan menambah khazanah kepustakaan Islam, juga untuk menambah wawasan baru bagi masyarakat pada umumnya mengenai pentingnya menjaga hati.
3.      Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan tugas akademis guna mencapai gelar sarjana filsafat Islam.






BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.     Pengertian Al-qolbu
Kata Qalb terambil dari akar kata yang bermakna membalik, karena sering kali ia berbolak-balik, sekali senang, sekali susah, sekali setuju dan sekali menolak, ia berpotensi untuk tidak konsisten. Al qur’an pun menggambarkan demikian, ada yang baik ada pula sebaliknya. Berikut beberapa ayat-ayat al qur’an tentang hati:
1.Hati yang bolak-balik
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai qalbu atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya (QS,Qaf:37)
2.Hati orang beriman
Mereka ialah orang-orang yang beriman, yang hatinya menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatilah, hanya dengan mengingat Allahlah hati orang mukmin menjadi tenteram. Ar-Ra’du:28
Dijelaskan juga pada Al-Anfal:29
Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, pasti Dia akan memberimu furqan Suatu petunjuk merupakan pelita hati yang dapat membedakan antara yang salah dan yang benar antara yang terang dan yang gelap dan sebagainya, akan menghapus segala kesalahanmu dan mengampunimu. Allah mempunyai karunia yang amat besar. Al-Anfal:29
Menurut ayat diatas bahwa Seseorang yang tidak takut kepada Allah sepenuhnya kehilangan patokan (Furqon) untuk membedakan antara benar dan salah.
3.Hati yang terkunci
Sebab Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, sedangkan pada penglihatannya ada pula tutupan. Untuk mereka disediakan siksaan yang amat berat. Al-Baqarah:7dan supaya dibuktikan-Nya pula orang-orang yang munafik. Kepada mereka diserukan: “Marilah berperang di jalan Allah atau setidak-tidaknya pertahankanlah dirimu!” Mereka menjawab: “Kalau kami tahu akan berperang, tentulah kami mengikutimu”. Mereka di hari itu, lebih dekat kepada kekafiran dari keimanan. Perkataan yang diucapkan mulutnya, berlainan dengan apa yang terkandung di dalam hatinya, dan Allah lebih mengetahui apa-apa yang mereka rahasiakan. Al-Imran:167
selain kata Qalb, hati disebut al qur’an dengan beberapa istilah antara lain sebagai berikut:
1).Ash Shadr
Asal katanya adalah kejadian, kembali, permulaan dari segala sesuatu, kukuh hati dan dada
Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.(Qs.al Hijr: 47)
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang Telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Qs. az zumar: 22)
2).Basyirah
Artinya yaitu hati nurani
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (Qs.Al Qiyamah: 14)
maksudnya ayat Ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan yang Telah mereka lakukan
3).Al fuad
Asal katanya kematian, ketetapan, manfaat dan hasil

Hatinya tidak mendustakan apa yang Telah dilihatnya (Qs.An Najm:11)
Maksud ayat 4-11 menggambarkan peristiwa Turunnya wahyu yang pertama di gua Hira.
B.     Fungsi Qalb
a.Sebagai wadah dan media dalam menampakkan ayat-ayat Nya berupa gambaran dan pemandangan batin yang mengandung isyarat pelajaran yang sangat bermakna, dan penuh dengan hikmah.
b.Wadah terbitnya firasat-firasat berupa suara dan bisikan keTuhanan yang mengandung perintah dan larangan.
c.Wadah rasa cinta dan kerinduan, rasa sedih dan gembira, rasa keinsanan dan keTuhanan
Dari ayat-ayat diatas terlihat bahwa qalbu adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dari isi qalbu yang dijelaskan oleh ayat diatas (demikian juga ayat-ayat yang lain) dapat ditarik kesimpulan bahwa qalbu menampung hal-hal yang diketahui /disadari pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara qalbu dan nafs.
Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk dipertanggung jawabkan hanya isi qalbu bukan isi nafs;
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (Qs.al Baqarah: 225), namun dinyatakan bahwa:
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. (Qs. Al Israa:25)
Menurut Al-Ghazali, qalb atau hati memiliki dua makna, yang pertama adalah sepotong daging (mudhghah) yang berbentuk buah sanaubar, yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam. Dan di situ pula sumber atau pusat ruh. Akan tetapi beliau saat itu tidak bermaksud hendak menguraikan tentang bentuknya ataupun fungsi biologisnya, sebab yang demikian itu adalah objek wacana pada ahli medis, tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan keagamaan. Apalagi organ hati ini tidak hanya ada dalam tubuh manusia saja, tetapi juga terdapat dalam tubuh hewan, bahkan juga pada orang yang sudah mati. Karenanya beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hati itu pada dasarnya adalah bukan organ hati tersebut, Sebab ia dalam kaitannya dengan topik yang sedang kita bahas sekarang- tak lebih dari sepotong daging tak berharga yang ada di dalam alam duniawi yang kasat mata, (’alam al-mulk wasy-syahaadah), yang bentuknya dapat dilihat oleh mata hewan-hewan apalagi manusia.
Makna kedua, hati/qalb adalah sebuah lathiifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata, tak berupa dan tak dapat diraba) yang bersifat Rabbani ruhani, mseki ada juga kaitannya dengan organ hati. Lathiifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Dia adalah bagian komponen utama manusia yang berpotensi mencerap (memiliki daya tanggap dan persepsi) yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu, dan mengenalnya, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang dikecam, dan dimintai pertanggungjawaban. Meski demikian qalb atau hati dalam makna seperti ini tetap memiliki kaitan dengan hati biologis, meski patut kita sadari bahwa akal kebanyakan manusia senantiasa dalam kebingungan ketika hendak mengentahui sejauh mana dan bagaimana bentuk keterkaitannya itu.
Dalam pengertian bahasa, qalb bermakna membalik, kembali, maju-mundur, naik-turun, berubah-ubah. Kata ini digunakan untuk menamai bagian dalam diri manusia yang menjadi sentral diri manusia itu sendiri, yang kita terjemahkan dengan hati. Penamaan demikian, diperkirakan, ada kaitannya dengan sifat hati itu sendiri yang menjadi lokus kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan, dimana ia sering berubah-ubah, bolak-balik, maju-mundur dalam menerima kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Alquran menggunakan kata qalb seba-nyak 132 kali dalam konteks yang berbeda-beda. Di sini kita tidak akan melihat rincian itu semua. Alquran sering mengidentikkan kata qalb dengan ’aql, seperti dalam QS 22:46. Demikian pula hati diidentikkan dengan nafs (lihat QS 89:27-8). Dari sekian pemaknaan ini, saya cenderung memahami pengertian bolak balik hati ini adalah penghadapan wajah yang berbolak balik, terkadang terhadapkan pada Dia Ta’ala, dan di masa yang lain, hati cenderung menghadapkan dirinya pada urusan dunia…. dan faktanya, seringkali kita hadapkan selalu ke arah “bawah” ini…
Dalam pandangan para sufi, hati yang lebih ditekankan pada makna lathiifah rabbaniyah ruuhaniyyah adalah sesuatu yang menjadi tumpuan pandangan Allah, sebagaimana disebutkan dalam Alquran,
”Tidak ada dosanya jika kamu berbuat salah, kecuali jika hatimu menyengajanya.Dan Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Mengasihi” (QS 33:5).
Dalam hadis diungkapkan ”Sesungguh-nya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu, tetapi Dia memperhatikan hati dan perbuatanmu.” (HR Muslim).
 Allah hanya memperhatikan hati, karena hati itulah yang menjadi hakikat manusia. Karakter seseorang berbeda dengan yang lain karena hatinya berbeda. Perbedaan itu pula yang menyebabkan perbedaan dalam cara Allah memperlakukan sang hamba itu sendiri
Berikut ini penuturan dari seorang syaikh Sufi dari California, Syaikh Robert Frager yang menjelaskan perbedaan mendasar dan keterhubungan antara hati jasmaniyah atau hati dalam makna pertama Alghazali tadi dengan hati batiniyah:

”Hati batiniah berfungsi hampir sama dengan hati jasmaniyah. Hati jasmaniah terletak di titik pusat batang tubuh; hati batiniah terletak di antara diri rendah dan jiwa. Hati jasmaniah mengatur fisik; hati batiniah mengatur psikis. Hati jasmaniah memelihara tubuh dengan mengirimkam darah segar dan beroksigen kepada tiap sel dan organ di dalam tubuh. Ia juga menerima darah kotor melalui pembuluh darah. Demikian pula, hati batiniah memelihara jiwa dengan memancarkan kearifan dan cahaya, dan ia juga mensucikan kepribadian dari sifat-sifat buruk. Hati memiliki satu wajah yang menghadap ke dunia spiritual, dan satu wajah lagi menghadap ke dunia hawa nafsu dan sifat-sifat buruk kita.

Jika hati jasmaniah terluka, maka kita menjadi sakit. Jika ia mengalami kerusakan berat, maka kita pun meninggal dunia. Jika hati batiniah kita terjangkiti sifat-sifat buruk dari hawa nafsu kita, maka kita akan sakit secara spiritual. Jika hati tersebut secara keseluruhan didominasi oleh hawa nafsu, maka kehidupan spiritual kita pun akan mati.

Hati jangan disalah artikan dengan emosi. Emosi, seperti amarah, rasa takut, dan keserakahan berasal dari hawa nafsu. Ketika menusia berbicara mengenai hasrat hati, mereka biasanya merujuk pada hasrat hawa nafsu. Hawa nafsu tertarik pada kenikmatan duniawi dan tidak peduli akan Tuhan; sedangkan hati tertarik kepada Tuhan dan hanya mencari kenikmatan di dalam Tuhan.

Hati secara langsung bereaksi atas setiap pikiran dan tindakan. Guru syaikh saya kerap berkata bahwa setiap kata dan tindakan yang baik memperlembut hati, dan setiap kata dan tindakan buruk akan memperkeras hati. Nabi Muhammad Saw. Menyebutkan keutamaan hati saat berkata, ”Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia sehat, maka seluruh tubuh pun akan sehat, jika ia sakit maka seluruh tubuh pun akan sakit. Itulah hati.”




BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP AL QOLBU MENURUT AL-QUR’AN DAN ASSUNAH
A.     Makna Al-qolbu atau hati
Hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan Tuhan di dalam diri setiap manusia; sebuah kuil untuk menampung percikan Ilahi di dalam diri kita. Dalam sebuah hadis qudsi terkenal, Allah berfirman, ”Aku, yang tak cukup ditampung oleh langit dan bumi, melainkan tertampung dalam hati seorang beriman yang tulus.”
Kuil di dalam diri kita ini lebih berharga dari pada kuil tersuci sekalipun di muka bumi ini. Maka, jika kita melukai hati manusia lainnya dosanya lebih besar daripada merusak sebuah tempat suci di dunia ini. Demikian saya kutip tulisan tadi dari Robert Frager, Hati Diri dan Jiwa, terbitan Serambi-Jakarta.
Profesor Angha, dalam bukunya, The Mystery of Humanity, menuturkan tentang mekanisme hati dan hubungannya dengan pikiran…
“Visi Ilahiyah ibarat pengamat bayang-bayang kehidupan, dan seperti bintang yang berkilat basah, terang dan diam, bersinar dalam hatimu tanpa keraguan. Pusatkan dan tenangkan pikiranmu pada titik dalam hatimu ini; bila pikiranmu sudah mantap dan tidak terganggu, kebenaran kehidupanmu akan terungkap. Bila pikiran-pikiranmu beralih ke hal-hal yang tidak berarti dan menjadi budak dari indra-indramu dengan membabi buta, hatimu akan membangkang terhadap perintah-perintah Tuhan dan akan menjerembabkanmu ke jalan hidup yang keras.
Petunjuk berada dalam kesatuan pikiran, hati, indra, dan alam; dan penyimpangan akan berarti ketidakteraturan dan kebingungan yang akan melanda keempat unsur ini.
Himpunlah semua energimu dan pusatkan sumber kehidupan dalam hatimu agar temuan-temuanmu menjadi langgeng, sehingga kamu akan hidup dalma keseimbangan dan ketentramanm dan mengenal keabadian.
Berikut ini dengan indah seorang syaikh sufi dari tanah melayu Aceh yang wafat pada tahun 1644 M, Syaikh Nuruddin ar-Raniri,  menggambarkan tentang apa itu hati atau qalb manusia:

“Ketahuilah, Raja!” –semoga Allah Swt. Senantiasa menerangi hati kita semua dengan cahaya-Nya yang agung sehingga mudah bagi saya untuk menjelaskan masalah hati dan mudah pula bagi anda untuk memahaminya- qalb (hati) adalah jauhar latiif (permata halus) yang mujarrad (tunggal) dan bersifat nurani. Ia diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan suatu sebab, yang berwujud ruh dengan dibarengi oleh hawa nafsu. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw., ’Allah menciptakan qalb-qalb empat ribu tahun lebih dahulu daripda jasad. Setelah itu, Dia meletakannya di tempat yang dekat dengan-Nya. Sementara itu, arwah diciptakan oleh Allah Swt. Tujuh puluh ribu tahun lebih dahulu daripada hati. Setelah itu, ia diletakan di taman kelembutannya (rawdlah al-uns). Sebelumnya, Allah telah terlebih dahulu menciptakan sirr (rahasia) daripada ruh dan menempatkan sirr tersebut di taman keintiman-Nya (rawdlah al-wishl).’
Selain sabda Nabi Muhammad Saw tersebut, hal ini pun telah dijelaskan pula oleh Allah Swt dalam hadis qudsi, Dia Azza wa Jalla berfirman: ’Telah Kucipta seorang malaikat di dalam tubuh setiap anak keturunan Adam. Di dalam malaikat itu ada shadr. Di dalam shadr itu ada qalb. Di dalam qalb itu ada fu`aad. Di dalam fu`aad itu ada syagf. Di dalam syagf itu ada lubb. Di dalam lubb itu ada sirr. Dan di dalam sirr itu ada Aku.’ Dan juga firman-Nya yang ditujukan kepada Nabi Daud a.s., ‘Wahai Daud! Kosongkan untuk-Ku sebuah rumah, agar Aku bisa tinggal di dalamnya!’ Mendengar perintah tersebut Nabi Daud a.s. tidak mengerti dan lantas bertanya, ‘Bagaimana caranya wahai Tuhanku?’ Lantas Allah berfirman, ‘Kosongkan hatimu hanya untuk-Ku!’

Menurut Imam Ali r.a. qalb mempunyai lima nama,

Pertama, disebut shadr, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya Islam (nuuru-l-islaam). Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.,

‘Adakah sama dengan mereka yang dibukakan shadrnya untuk Islam…. (QS 39:22)’.

Kedua, disebut qalb, karena ia merupakan tempat terbitnya keimanan. Hal ini sebagaiamana firman-Nya,
‘Mereka itulah yang ditulis dalam hatinya terdapat keimanan. (QS 58:22)’
Ketiga disebut fu’aad karena ia merupakan tempat terbitnya ma’rifah. Hal ini sebagaimana Firman Allah Swt,
‘Fu’aad tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya’ (QS 53:11).

Keempat disebut lubb, karena ia merupakan tempat terbitnya tauhid. Hal ini sebagaimana firman-Nya,
‘Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah ayat-ayat bagi ulil albaab (sang pemilik lubb)’ (QS 3:190).

Kelima, disebut syagf, karena it merupakan tempat terbitnya rasa saling menyayangi dan mencintai sesama makhluk. Hal ini sebagaimana firman-Nya,

’Sungguh ia (Zulaikha) telah dikuasai oleh rasa cinta yang membara….’ (QS 12:30)

Selain nama-nama yang telah disebutkan, hati pun disebut juga dengan nama habbah al-quluub. Disebut demikian, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya, sebagaimana yang diterangkan Allah dalam hadis qudsi-Nya, ’Tiada yang sanggup menampung-Ku, baik bumi maupun langit-Ku. Hanya hati hamba-Ku yang Mukmin yang dapat menampung-Ku.’