Rabu, 19 November 2014

Makalah Teknologi Pengawetan Makanan


A. Pendahuluan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap insan, sehingga Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pangan secara cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terkangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu perlu sebuah sistem kemananan pangan yang memberikan perlindungan bagi pihak produsen (Petani) maupun konsumen (Masyarakat).
Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan perlu memperhatikan ketentuan mengenai mutu dan gizi pangan yang ditetapkan. Produk pangan wajib diperiksa di laboratorium sebelum diedarkan dan selama dalam peredaran wajib untuk dikontrol secara periodik.
Keamanan pangan merupakan syarat penting untuk siap dikonsumsi. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga atau industri pengan. Oleh karena itu industri pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang mempunyai standar mutu dan kemanan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Pengawetan makanan adalah proses perlakuan pada makanan untuk menghentikan atau mengurangi kerusakan pada makanan seperti berkurangnya kualitas dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Pengawetan makanan biasanya terkait dengan penghambatan pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroorganisme lainnya. Banyak metode atau teknik pengawetan makanan seperti pasteurisasi, pengeringan, pendinginan, pengalengan, pemvakuman, radiasi, pemberian medan listrik, kimiawi, dan lain-lain.
Pangan adalah bahan yang dimakan untuk memenuhi keperluan hidup untuk tumbuh, bekerja dan perbaikan jaringan. Bahan pangan dapat digolongkan menjadi dua yaitu hewani dan nabati. Bahan pangan nabati relatif  lebih tahan lama waktu simpannya daripada hewani. Namun semua bahan pangan sangat rentan terhadap kerusakan baik dari dalam maupun luar bahan, baik dalam penanganan,  pengolahan atau proses penyimpanannya. Bahan pangan setelah dipanen secara fisiologis  masih hidup dan proses ini berlangsung terus sampai terjadi pembusukan. Upaya untuk memperlambat proses fisiologis ini akan memperlambat proses pembusukan, biasanya disebut pengawetan.

Kerusakan bahan pertanian tergantung dari jenisnya, dapat berlangsung secara lambat misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan, namun dapat pula berlangsung secara cepat misalnya susu. Bahan pangan yang berasal dari nabati maupun hewani digolongkan sebagai bahan biologis, yaitu bahan-bahan yang mengandung komponen-komponen organik berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, zar warna dan enzym-enzym. Variasi dalam komposisi komponen ini sangat menentukan sifat-sifat spesifik bahan hasil pertanian. Faktor-faktor penyebab kerusakan pangan antara lain
  1. Faktor biologis meliputi bakteri, ragi, kapang, serangga, tikus baik secara sendiri-sendiri atau bekerja sama bisa menimbulkan kerusakan bahan pangan.
  2. Faktor lingkungan yang dapat sebagai penyebab kerusakan pangan meliputi cahaya dan oksigen.
  3. lamanya penyimpanan
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu :
·         Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
·         Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama
·         Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah :
1.      mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
2.      mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
3.      menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
4.      membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.




A.    Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan air bahan pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersbut. Keuntungan pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan  dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan mempermudah tranport.
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih kecil atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang relatif rendah sehingga terjadi penguapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air.
Pada umumnya pemilihan tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditas yang akan dikeringkan, bentuk akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomis dan kondisi jenis alat. Macam alat pengering tersebut antara lain spray drying, cabinet drier, continuous drier, drum drier dsb.

B.     Pendinginan
Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk:
  1. mengurangi kontaminasi
  2. mengendalikan kerusakan oleh mikroba
  3. mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.
Mikroba psikrofilik tumbuh sampai suhu pembekuan air 0 0C atau dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu – 10 0C. Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Hasil pertanian khususnya buah-buahan dan sayur-sayuran tropis sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disebut chilling injury. Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran menyebabkan bahan menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat pembekuan. Hal ini disebabkan karena di luar bahan pangan akan mengalami pencairan dari air yang telah membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi lunak.
Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu dibawah 180C akan mencegah kerusakan mikrobiologis.
Produk beku harus disimpan dalam mesin pendingin (-18C atau lebih rendah) selama periode penanganan untuk menghindari penyusutan kualitas, oksidasi yang berlebihan dan pembentukan bahaya food safety. Ketika terjadi gangguan dalam rantai, penurunan kualitas produk, kenaikan pembusukan sehingga menurunkan keuntungan semua perusahaan yang ada dalam rantai.
C.     Pembekuan
Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.
Pada umumnya pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant) konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC (chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan. Pada penggunaan ammonia sebagai bahan pendingin, suhu terdingin yang dapat dicapai untuk refrigeran produk pangan yaitu antara -1 derajat Celsius sampai dengan -46 derajat Celsius.

D.    Iradiasi
Iradiasi merupakan penggunaan energi buatan untuk mempengaruhi atau mengubah sebagian keseimbangan materi dengan tujuan tertentu. Tujuan iradiasi adalah untuk pengawetan, membantu proses pengolahan dan penelitian tentang mekanisme perubahan atau struktur senyawa bahan pangan.
Kelebihan dan keuntungan iradiasi adalah:
  1. mutu bahan pangan yang meliputi warna, struktur, rasa, aroma dan vitamin tidak berbahaya bagi kesehatan konsumen.
  2. Bahan tetap dalam keadaan segar
  3. Kenaikan suhu bahan yang disterilkan tidak melebihi 40C
  4. Dapat ditempatkan dalam wadah atau kaleng

E.     Asam
Mikroba sensitif terhadap asam karena dapat menyebabkan denaturasi protein bakteri. Asam yang dihasilkan oleh salah satu mikroba selama fermentasi biasanya akan menghambat perkembangbiakan mikroba lainnya. Oleh karena itu fermentasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan dengan cara melawan bakteri proteolitik atau bakteri pembusuk lainnya.
Asam dalam bahan pangan dapat dihasilkan dengan menambahkan kultur pembentuk asam, atau menambahkan langsung asam sitrat atau asam fosfat. Beberapa makanan seperti tomat, air jeruk dan apel mengandung asam yang masing-masing mempunyai pengaruh yang berbeda-beda sebagai bahan pengawet. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan derajat keasaman (pH). Asam yang dikombinasikan dengan panas akan menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Karena pH berperan terhadap daya hambat pertumbuhan mikroba pembusuk, maka dibagi menurut tingkat keasamannya:
  1. bahan pangan berasam rendah (pH tinggi) dengan pH di atas 4,5
  2. bahan pangan asam mempunyai pH 4,0-4,5
  3. bahan pangan berasam tinggi (pH rendah) mempunyai pH dibawah 4,0
Mikroba berspora umumnya tidak dapat hidup dan berkembang biak pada pH lebih rendah dari 4,0 dan mikroba berspora seperti Clostridium botulinum tidak dapat hidup pada pH lebih rendah dari  4,6.
Asam yang biasa digunakan untuk pengawet antara lain:
  1. benzoat (dalam bentuk asam, garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg/kg) serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem, jelly, manisan, agar dan makanan lain ( 1 g / kg).
  2. Propionat (dalam bentuk asam, garam kalium atau natrium propionat) yaitu bahan pengawet untuk roti ( 2 g / kg ) dan keju olahan ( 3 g / kg ).
  3. Nitrit dan nitrat (dalam bentuk garam natrium atau kalium nitrit dan nitrat) yaitu bahan pengawet untuk daging olahan seperti sosis ( 125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), corned dalam kaleng ( 50 mg nitrit/kg) atau keju (50 mg nitrat/kg)
  4. Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat) yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah dan keju ( 1 g/kg).
  5. Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit) yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (500 mg/kg), udang beku (100 mg/kg) dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).

F.     Gula
Gula tidak hanya digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan; berupa karamel dan produk Maillard. Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula dan protein. Ini merupakan reaksi yang sangat kompleks, menghasilkan berbagai cita rasa yang khas seperti flavor roti, cookies, popcorn, daging goreng, dll.
Gula dapat mengikat air secara efisien. Oleh karenanya penambahan gula ke dalam sebuah produk akan memberikan efek pengawetan karena air tidak lagi tersedia untuk pertumbuhan organisme pembusuk. Pengawetan buah-buahan ataupun produk-produk lainnya dengan gula (seperti selai) atau madu telah dipraktekkan selama lebih dari 2000 tahun.
Gula merupakan bagian dasar yang penting pada berbagai makanan olahan. Permen tanpa gula akan kehilangan volumenya hingga 60%, sedangkan berbagai jenis cake akan kehilangan 15-30% volumenya tanpa adanya gula.
G.    Garam
Garam dapur (NaCl) banya digunakan dalam industri pangan. Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, sedangkan dalam konsentrasi cukup tinggi mampu berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan Aw bahan pangan menurun. Aktivitas garam dalam menarik air ini erat kaitannya dengan peristiwa plasmolisis, dimana air akan bergerak dari konsentrasi garam rendah ke konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Efek pengawetan garam (NaCl) karena kekuatan ion Cl sebagai pengawet, reaksi oksidasi reduksi dan reaksi enzymatis. Kelarutan Na Cl dalam air menyebabkan kelarutan O2 dalam air menurun, menyebabkan denaturasi protein sehingga aktifitas enzym berkurang.  Pemberian garam sebanyak 3% pada proses perendaman akan berpengaruh terhadap jaringan buah-buahan. Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Selain itu juga berfungsi untuk menghilangkan getah, memperbaiki rasa dan mengurangi daya larut oksigen dalam air, sehingga buah akan nampak selalu segar.
Efek dari garam sebagai pengawet adalah sifat osmotiknya yang tinggi sehingga memecahkan membaran sel mikroba, sifat hidroskopisnya menghambat aktifitas enzym proteolitik dan adanya ion Cl yang terdisosiasi. Bila mikroorganisme ditempatkan dalam larutan garam pekat (30-40%), maka air dalam sel akan keluar secara osmosis dan sel mengalami plasmolisis serta akan terhambat dalam perkembangbiakannya.
Mikroorganisme memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap tekanan osmosis larutan gula atau garam. Ragi dan kapang lebih toleran daripada bakteri, sehingga ragi dan kapang sering ditemukan diatas makanan yang mempunyai kadar gula dan garam tinggi dimana bakteri akan terhambat pertumbuhannya, misalnya pada manisan buah-buahan, ikan asin atau dendeng.
H.    Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu proses pengawetan makanan yang mengandalkan proses bioteknologi, yaitu pengaruh ragi/kamir , mikroba dan kapang yang merubah sifat-sifat asli pangan sehingga tidak mudah rusak (lebih awet), mengubah sifat-sifat yang tidak diinginkan pada bahan mentah pangan sehingga rasa pangan menjadi lebih nikmat, meningkatkan nilai gizi pangan dan memberikan kemanan pada produk. Contohnya : pembuatan terasi udang, oncom, tempe , tape ketan, tape singkong dan tauco.

I.       Penyimpanan
Semua bahan pangan mudah rusak dalam jangka waktu penyimpanan tertentu, sehingga perlu adanya pengemasan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya guna menunda proses kerusakan. Pengemasan merupakan salah satu cara preservasi bahan pangan yang tidak dapat diabaikan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi bahan pangan terhadap kerusakan yagn terlalu cepat dan untuk menampulkan produk yang menarik. Pengemasan tidak memperbaiki kualitas, hanya mempertahankan atau memperlambat kerusakan produk selama penyimpanan. Bahan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong harus disimpan dengan baik agar tidak terjadi penurunan mutu dan terjamin keamanan pangan. Penyimpanan yang tepat bertujuan untuk:
  1. memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan bahan
  2. mempertahankan mutu dan keamanan pangan
  3. mencegah tercemarnya pangan oleh bahan lain yang berbahaya
  4. mencegah terlukanya bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan.
Cara penyimpanan bahan pangan yang baik sebagai berikut:
  1. bahan pangan masing-masing disimpan terpisah satu sama lain dalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, t erjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai.
  2. Penyimpanan bahan baku sebaiknya  dilakukan pada suhu sbb:

Jenis Bahan Mentah
< 3 hari
> 3 hari–1 mg
> 1 minggu
Daging, ikan, udang
-5 – 0 0C
-10 – -5 0C
< -10 0C
Telur dan susu
5 – 70 0C
-5 – 0 0C
< -5 0C
Sayur, buah dan minuman
10 0C
10 0C
10 0C
Tepung, gula dan bahan kering lain
25 0C
25 0C
25 0C

  1. penyimpanan bahan tambahan pangan dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam label
  2. untuk mencegah timbulnya sarang hama, cara penyimpanan bahan mentah sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai dan tidak menempel pada dinding serta jauh dari langit-langit.
  3. Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga jelas dibedakan yang memenuhi syarat dengan yang tidak, bahan yang lebih dulu masuk digunakan lebih dahulu, produk akhir yang lebih dahulu diproduksi diedarkan terlebih dahulu.
  4. Semua bahan disimpan dalam sistem kartu yang menyebutkan nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal dan pengeluaran dari gudang, jumlah pengeluaran dari gudang, sisa akhir dalam kemasan, tanggal pemeriksaan, hasil pemeriksaan.
  5. Produk akhir sebaiknya juga disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan: nama produk, tanggal produksi, kode produksi, tanggal penerimaan di ruang penyimpanan, jumlah penerimaan di ruang penyimpanan, tanggal pengeluaran dari ruang penyimpanan, jumlah pengeluaran dari ruang penyimpanan, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
  6. Dalam penyimpanan bahan berbahaya seperti insektisida, pestisida, rodentisida, dewsinfektan, bahan yang mudah meledak harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan baku dan tidak membahayakan karyawan.
  7. Wadah dan pembungkus disimpan secara rapi, di tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran supaya dalam penggunaannya tidak mencemari makanan.
  8. Label disimpan secara rapi dan teratur sedemikian rupa supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.
  9. Peralatan produksi yang telah dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi dan belum akan digunakan untuk produksi sebaiknya disimpan sedemikian rupa, misalnya dengan permukaan menghadap ke bawah supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.




DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, yuli. 2013 Pengawetan pangan. http://dataiptek.blogspot.com/2013/02/Pengawetan-Pangan.html
Mohammad Ridwan. 1983. Pemanfaatan Teknologi Radiasi Untuk Pengawetan Makanan.  Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983
PIPIMM. Pedoman Konsumen Mengenai Pangan dan Keamanan Pangan. Jakarta : PIPIMM


Widyani, Retno. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon : Penerbit Swagati Press