Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Segala puji
bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Tugas ini
disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Seni Drama, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada guru Seni Budaya yaitu Bapak Jamil Fauzi,
S.Pd.I yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana
cara kami menyusun karya tulis.
Semoga
karya tulis ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun Karya tulis ini ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon
untuk saran dan kritiknya.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
Purabaya,
April 2013
(Penyusun)
Daftar Isi
Sampul
(Cover)……………………………………………………
Kata
Pengantar ……………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………..
Latar
Belakang …………………………………………………...
Bab 1
Pengetahuan ……………………………………………….
1. Pengertian Teater ………………………………………
2. Sejarah Teater Indonesia ………………………………
3. Unsur
Pembentuk Teater………………………………
Bab 2
(Setting) Lakon …………………………………………….
Bab 3
Penyutradaraan ……………………………………………
Bab 4
Pemain & Penonton………………………………………..
1. Akting yang Baik ……………………………………….
2. Penonton …………………………………………………
Bab 5 Tata
Artistik ……………………………………………….
Kritik dan
Saran ………………………………………………….
Daftar Pustaka
……………………………………………………
BAB I
LATAR BELAKANG
Sejarah
panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia mulai melakukan
interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga berlangsung bersamaan dengan
tafsiran-tafsiran terhadap alam semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan
teater tidak jauh berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara
manusia dan alam semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal
dari usaha-usaha perburuan manusia primitif dalam mempertahankan kehidupan
mereka. Pada perburuan ini, mereka menirukan perilaku binatang buruannya.
Setelah
selesai melakukan perburuan, mereka mengadakan ritual atau upacara upacara
sebagai bentuk “rasa syukur” mereka, dan “penghormatan” terhadap Sang Pencipta
semesta. Ada juga yang menyebutkan sejarah teater dimulai dari Mesir pada 4000
SM dengan upacara pemujaan dewa Dionisus. Tata cara upacara ini kemudian
dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk dipertunjukkan serta
dihadiri oleh manusia yang lain.
The
Theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti seeing place atau
tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang
menontonnya. Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre
mengacu kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok
yang melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Namun demikian,
teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno,
Draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan Drame yang berasal dari kata
Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan
lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah atau dalam istilah yang
lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti
penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika.
Kata
drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era
Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan
sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan
drama ’lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.
Terlepas dari sejarah dan asal kata yang melatarbelakanginya, seni teater
merupakan suatu karya seni yang rumit dan kompleks, sehingga sering disebut
dengan collective art atau synthetic art artinya teater merupakan sintesa dari
berbagai disiplin seni yang melibatkan berbagai macam keahlian dan
keterampilan.
Seni
teater menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang
meliputi bunyi, suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan
suatu kesatuan seni yang diciptakan oleh penulis lakon, sutradara, pemain
(pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan diproduksi oleh sekelompok
orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni teater dilakukan bersama-sama yang
mengharuskan semuanya sejalan dan seirama serta perlu harmonisasi dari
keseluruhan tim. Pertunjukan ini merupakan proses seseorang atau sekelompok
manusia dalam rangka mencapai tujuan artistik secara bersama. Dalam proses
produksi artistik ini, ada sekelompok orang yang mengkoordinasikan kegiatan
(tim produksi). Kelompok ini yang menggerakkan dan menyediakan fasilitas,
teknik penggarapan, latihan latihan, dan alat-alat guna pencapaian ekspresi
bersama. Hasil dari proses ini dapat dinikmati oleh penyelenggara dan penonton.
Bagi
penyelenggara, hasil dari proses tersebut merupakan suatu kepuasan tersendiri,
sebagai ekspresi estetis, pengembangan profesi dan penyaluran kreativitas,
sedangkan bagi penonton, diharapkan dapat diperoleh pengalaman batin atau
perasaan atau juga bisa sebagai media pembelajaran. Melihat permasalahan di
dalam teater yang begitu kompleks, maka penulis mencoba membuat sebuah paparan
pengetahuan teater dari berbagai unsur.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Teater
Secara
etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas,
teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater
bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan
pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
2. Sejarah Teater Indonesia
Sejarah
teater tradisional di Indonesia dimulai
sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur
teater tradisional banyak digunakan untuk
mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara
adat-istiadat dalam tata cara kehidupan
masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater,
dan belum merupakan suatu bentuk
kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut
membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam
masyarakat lingkungannya. Proses terjadinya atau munculnya teater
tradisional di Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal
ini disebabkan oleh unsur-unsur
pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap
budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
3. Unsur Pembentuk Teater
Dalam
khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater adalah
naskah lakon, sutradara,
pemain, dan penonton.
Tanpa keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan.
Untuk mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang
memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang dipentaskan.
Bab 2
(Setting)
Lakon
Naskah
Lakon
Salah satu
cirri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk
tertulis dari cerit drama yang baru akan menjadi karya teater setelah
divisualisasikan kedalam pementasan.
Naskah
Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan
drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa
kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya menjadi
karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan
komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon
sebagaimana karya sastra
lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu
tema, plot, setting, dan tokoh.
Akan
tetapi, naskah lakon yang khusus
dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik.
Struktur ini pertama kali di rumuskan
oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi
(pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi
(catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan
secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik.
Bab 3
Penyutradaraan
Di
Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk
pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif
sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja
sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di
bawah kewenangan sutradara.
Sebagai
pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses
terciptanya pementasan juga harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan -tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan
penanggung jawab utama. Untuk itu
sutradara dituntut mempunyai
pengetahuan yang luas
agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan
dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.
Sebagai seorang pemimpin,
sutradara harus mempunyai
Pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi
kesulitan yang timbul.
Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe
sutradara dalam menjalankan
penyutradaraanya, yaitu:
1. Sutradara
konseptor.
Ia
menentukan pokok penafsiran
dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu
secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. Sutradara
diktator. Ia mengharapkan pemain
dicetak seperti dirinya
sendiri, tidak ada konsep
penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya,
sementara pemain dibentuk menjadi robot - robot yang tetap buta tuli.
2. Sutradara
koordinator.
Ia menempatkan
diri sebagai pengarah atau
polisi lalulintas yang
mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
3. Sutradara paternalis.
Ia
bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan
mengasuh batin para
anggotanya.Teater disamakan dengan
padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada
sutradara
Bab 4
Pemain
& Penonton
Untuk
mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu
menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah
alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi Bukan sekedar alat
yang harus tunduk kepada
naskah. Pemain mempunyai wewenang
membuat refleksi dari
naskah melalui dirinya.Agar
bisa merefleksikan tokoh
menjadi sesuatu yang
hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan
yang dilatihkan secara khusus, yaitu
jasmani (tubuh/fisik),
rohani (jiwa/emosi), dan
intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media
pemain tidak sesederhana mengucapkan
kata - kata
yang ada dalam
naskah lakon atau sekedar
memperagakan keinginan penulis
melainkan proses pemindahan mempunyai
karekterisasi tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata (tulis)
menjadi bahasa pentas (lisan).
1. AKTING YANG BAIK
Akting
tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang
baik ialah dialog yang :
1.
terdengar (volume baik)
2. jelas
(artikulasi baik)
3. dimengerti
(lafal benar)
4.
menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak
yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat
(blocking baik)
7. jelas
(tidak ragu ragu, meyakinkan)
8.
dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9.
menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan
:
1. Volume
suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2.
Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap
dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi
kata kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
3. Lafal
yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani
bukan ber ani.
4.
Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat
menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking
ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan
yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain
yang ditutupi.
6. Pemain
lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat
sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai
berikut
a. Kalau
berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau
berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
c. Harus
diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
•Bagian
kanan lebih berat daripada kiri
•Bagian
depan lebih berat daripada belakang
•Yang
tinggi lebih berat daripada yang rendah
•Yang
lebar lebih berat daripada yang sempit
•Yang
terang lebih berat daripada yang gelap
•Menghadap
lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi
diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai
sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai
pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan
sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan
terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk
gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila
mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring
ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah
harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
2. Penonton
Tujuan terakhir
suatu pementasan lakon
adalah penonton.Respon penonton
atas lakon akan
menjadi suatu respons
melingkar, antara penonton dengan
pementasan. Banyak sutradara yang
kurangmemperhatikan
penonton dan menganggapnya sebagai
kelompok konsumsi yang bisa
menerima begitu saja apa
yang disuguhkan sehingga jika terjadi suatu kegagalan
dalam pementasan penonton dianggap sebagai
penyebabnya karena mereka tidak
mengerti atau kurang terdidik
untuk memahami sebuah pementasan. Kelompok
penonton pada sebuah pementasan
adalah suatu komposisi organisme
kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena ingin
memperoleh kepuasan, kebutuhan,
dan cita-cita. Alasan lainnya untuk
tertawa, untuk menangis,
dan untuk digetarkan
hatinya, karena terharu akibat dari
hasrat ingin menonton.Penonton meninggalkan rumah, antri
karcis dan membayar biaya masuk dan lainlain karena teater adalah dunia ilusi
dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan
selama waktu dibuka
hingga ditutupnya tirai
untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi teater
tidak mengenal batas
kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan
menguasai sikap dan tindakannya.
Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan berhubungan
dengan sesama. Sehingga menempuh
jalan sebagai berikut :
Bertemu dengan orang lain yang
menonton teater. Teater merupakan
suatu lembaga sosial.
Memproyeksikan diri dengan
peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas
pentas secara khayali. Teater
adalah salah satu cara proses interaksi sosial.
Dalam memandang
suatu karya seni
penonton hendaklah mampu memelihara adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa
tercapai dengan menentukan jarak estetik
(aestetic distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya.
Pemisahan yang dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater
diusahakan dengan jalan:
Menciptakan penataan yang tepat atas
auditorium dan pentas.
Adanya batas artistik proscenium sebagai
bingkai gambar.
Pentas yang terang dan auditorium yang
gelap.
Semua itu
akan membantu kedudukan
penonton sehingga memungkinkan
untuk melakukan perenungan.
Bab 5
Tata
Artistik
Tata
artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan
teater menjadi tidak utuh tanpa adanya
tata artistik yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata
panggung , tata busana, tata
cahaya, tata rias,
tata suara, tata
musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna
sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara
dan penata artistik mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga
unsur-unsur tersebut tidak
hanya sebagai bagian
yang menempel atau mendukung, tetapi
lebih dari itu
merupakan kesatuan yang
utuh dari sebuah pementasan.
1. Tata Panggung
adalah
pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak
sekedar supaya permainan bisa
dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.
2. Tata
Cahaya atau Lampu
adalah pengaturan
pencahayaan di daerah sekitar
panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan dan
suasana lakonyang dibawakan,
sehingga menimbulkan suasana
istimewa.
3. Tata Musik adalah pengaturan musik
yang mengiringi pementasan teater yang
berguna untuk memberi
penekanan pada suasana permainan
dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
4. Tata suara
adalah
pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi
seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk
menghasilkan harmoni.
5. Tata rias dan tata busana
Adalah
pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan
watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Artinya,
sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung membutuhkan proses
garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon, penyutradaraan, pemeranan, dan
proses penataan artistik. Dalam setiap tahapan proses ini melibatkan banyak
orang (pendukung) dari berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan
tanggung jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu. Kualitas
kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing dapat bekerja
secara bersama dan bekerja bersama akan berhasil dengan baik jika semua elemen
memahami tugas dan tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni
teater,
“KERJASAMA”.
Kritik
& Saran
Daftar
Pustaka
http://aamovi.wordpress.com/2009/03/26/pengertian-drama-dan-teater-2/
http://www.psb-psma.org/content/blog/seni-teater
http://mengenal-teater.blogspot.com/2010/04/sejarah-teater-indonesia.html
http://kingponselku.com/kingponselku.comseni/seni-teater-nusantara-seni-teater-nusantara-teater-tradisional
http://senibudayaparamitha.blogspot.com/2011/02/unsur-pembentuk-teater-dalam-khasanah.html
http://www.slideshare.net/airlanggha/kesenian
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/ragam-seni-teat