BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan
upaya merancang masa depan umat manusia yang dalam konsep dan implementasinya
harus memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Konsep pendidikan
dapat diibaratkan sebuah pakaian yang tidak dapat diimpor dan diekspor. Ia
harus diciptakan sesuai dengan keinginan, ukuran dan model dari orang yang
memakainya, sehingga tampak pas dan serasi.
Demikian pula dengan konsep
pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Ia amat dipengaruhi oleh berbagai
kebijakan politik pemerintahan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan dan perubahan masyarakat, adat istiadat, kebudayaan dan lain
sebagainya.
Kebijakan-kebijakan pemerintah,
mulai dari pemerintahan kolonial, awal dan pasca kemerdekaan hingga masuknya
Orde Baru terkesan meng “anak tirikan”, mengisolasi bahkan hampir saja
menghapuskan sistem pendidikan Islam hanya karena alasan “Indonesia bukanlah
negara Islam”. Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan
Islam, akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu “diredam” untuk sebuah tujuan
ideal yang tertuang dalam UU Republik Indonesia No 20 Tahun 2003, yaitu “
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.
Hingga saat ini kita menyadari bahwa secara umum kondisi lembaga
pendidikan Islam di Indonesia masih ditandai oleh berbagai kelemahan, antara
lain :
Pertama, kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun
dana. Sementara itu kita mengetahui bahwa jika suatu lembaga pendidikan ingin
tetap eksis secara fungsional di tengah-tengah arus kehidupan yang semakin
kompetitif seperti sekarang ini harus didukung oleh ketiga hal tersebut, yaitu
sumber daya manusia, manajemen dan dana.
Kedua, kita menyadari bahwa saat ini lembaga pendidikan tinggi
Islam masih belum mampu mengupayakan secara optimal mewujudkan Islam sesuai
dengan cita-cita idealnya. Di sisi lain masyarakat masih memposisikan lembaga
pendidikan Islam sebagai pilar utama yang menyangga kelangsungan Islam dalam
mewujudkan cita-citanya, yaitu memberi rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga, kita masih melihat lembaga pendidikan tinggi Islam belum
mampu mewujudkan Islam secara transformatif. Kita masih melihat bahwa
masyarakat Islam dalam mengamalkan ajaran agamanya telah berhenti pada dataran
simbol dan formalistik.
Keempat, pada saat ini kita hidup dalam era reformasi. Pada era ini
kecenderungan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat madani demikian kuat,
yaitu masyarakat yang menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti
nilai-nilai keadilan, kebersamaan, kesederajatan, kemitraan, kejujuran dan
sebagainya.
Kelima, hingga saat ini posisi lembaga pendidikan tinggi Islam,
bahkan juga pada lembaga pendidikan Islam yang ada di bawahnya masih kurang
diminati oleh masyarakat. Masyarakat pada umumnya lebih memilih sekolah pada
lembaga pendidikan yang tidak menggunakan label Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Faktor-faktor dalam kerangka Sistem Pengajaran Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Islam
1.
Faktor Agama
Di dalam proses pembudayaan manusia,
keberadaan pendidikan mutlak diperlukan. Bukan saja karena ia merupakan produk
sejarah dan masyarakat, melainkan juga karena peranannya yang asasi dalam
pembentukan hari depan. Di atas peranannya ini terletak tugas dan tanggung
jawab kultural edukatif terhadap anak didik dan masyarakat.
Dalam perjalanan sejarahnya, sebuah
kegiatan pendidikan ditentukan oleh visi, misi dan sifat yang melatar belakanginya.
Dalam berbagai referensi kita masih belum menjumpai rumusan tentang visi, misi
dan sifat pendidikan Islam tersebut secara eksplisit. Yang ada pada umumnya
adalah rumusan tentang tujuan, kurikulum, metode belajar mengajar, kriteria
guru dan berbagai aspek pendidikan lainya. Rumusan tentang visi, misi dan sifat
pendidikan Islam yang demikian penting itu belum sempat terpikirkan, walaupun
berbagai isyarat di dalam al-Qur’an, al-Hadits dan berbagai sumber ajaran Islam
lainnya, rumusan tentang visi, missi dan sifat pendidikan Islam tersebut dapat
dirumuskan.
Visi pendidikan Islam sesungguhnya
melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan
para Nabi, mulai dari visi kerasulan Nabi Adam AS. hingga kerasulan Nabi
Muhammad SAW., yaitu membangun sebuah kehidupan manusia yang patuh dan tunduk
kepada Allah SWT. serta membawa rahmat bagi seluruh alam.
Berkaitan dengan visi rahmatan lil
alamin sebagaimana firman Allah SWT. (QS. 21: 107), Imam al-Maraghi mengatakan
sebagai berikut. Bahwa yang dimaksud dengan ayat 107 surat al-Ambiya yang
artinya : “Tidaklah Aku utus engkau Muhammad melainkan agar menjadi rahmat bagi
seluruh alam adalah bahwa tidaklah Aku utus engkau Muhammad dengan al-Qur’an
ini serta berbagai perumpamaan dari ajaran agama dan hukum yang menjadi dasar
rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat melainkan agar menjadi rahmat
dan petunjuk bagi mereka dalam segala urusan kehidupan dunia dan akhiratnya.
Visi pendidikan Islam yang bertumpu
pada mewujudkan rahmat bagi seluruh alam itu, memperlihatkan bahwa pendidikan
Islam memiliki sebuah tanggung jawab yang amat berat, kompleks, multidimensi
dan berjangka panjang. Visi pendidikan Islam terkait erat dengan upaya
mewujudkan sebuah tata kehidupan yang harmoni, aman, damai, sejahtera lahir dan
batin.
Sedangkan misi ajaran Islam yang
memuliakan manusia yang demikian itu, menjadi misi pendidikan Islam.
Terwujudnya manusia yang sehat jasmani, rohani dan akal pikiran, serta memiliki
ilmu pengetahuan, keterampilan, akhlak yang mulia, keterampilan hidup (skill
life) yang memungkinkan ia dapat memanfaatkan berbagai peluang yang diberikan
oleh Allah termasuk pula mengelola kekayaan alam yang ada di daratan, di
lautan, bahkan di ruang angkasa adalah merupakan misi pendidikan Islam.
Dalam perspektif Islam, tanggung
jawab pendidikan dengan segala jenisnya tidak hanya berdimensi duniawi,
melainkan juga berdimensi ukhrawi dalam satu kesatuan yang integral. Sehingga pendidikan Islam mempunyai tanggung
jawab membantu setiap pribadi muslim untuk merealisasikan misi hidupnya,
seperti yang digariskan Allah SWT. berikut ini :
a. Hamba Allah yang hanya mengabdi kepada-Nya :
“Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariat :
56)
b. Membebaskan diri dari siksa api neraka :
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”. (QS. At-Tahriim : 6)
c. Memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup dunia dan akhirat :
“Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash :77)
d. Membentuk pribadi yang memiliki dasar keimanan yang kuat serta
wawasan keilmuan yang luas
“Orang-orang badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan
mengatakan: “Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah
ampunan untuk kami”; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada
dalam hatinya. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau
jika Dia menghendaki manfa’at bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS. Al-Fath : 11)
Di atas misi kemanusiaan itulah
pendidikan Islam berpijak untuk menciptakan kondisi yang ideal bagi
terbentuknya pribadi-pribadi muslim dan untuk selanjutnya membentuk tatanan
masyarakat Islami yang dinamis.
Ketika menghadapi
tantangan-tantangan modernisasi dan polarisasi ideologi dunia, terutama
didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, pendidikan Islam
tidak terlepas dari tantangan yang menuntut jawaban segera. Secara garis besar
tantangan-tantangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Terdapat
kecenderungan perubahan sistem nilai untuk meninggalkan sistem nilai yang
sudah ada (agama). Standar-standar
kehidupan dilaksanakan oleh kekuatan-kekuatan yang berpijak pada materialisme dan sekularisme.
Dan inilah titik sentral masalah modernisasi yang menjadi akar
timbulnya masalah-masalah di semua aspek kehidupan manusia, baik aspek
sosial, ekonomi, budaya maupun
politik.
b. Adanya dimensi besar
dari kehidupan masyarakat modern yang berupa pemusatan pengetahuan teoritis. Ini berarti
bertambahnya ketergantungan manusia pada ilmu pengetahuan dan informasi sebagai
sumber strategis pembaharuan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan
depersonalisasi dan keterasingan dalam dunia modern
Dalam menghadapi tantangan di atas,
sudah barang tentu pendidikan Islam harus memperhitungkan kekuatan arus yang
mengitarinya seperti sistem Barat yang bercorak sekuler dan telah memasuki
semua aspek kehidupan manusia. Begitu juga halnya modernisasi harus dipahami sebagai
proses alamiah dalam evolusi kehidupan manusia.
Pemahaman sebagaimana di atas
menuntut kepekaan terhadap gejolak perubahan dengan segala implikasinya serta
kemampuan baru untuk menerjemahkan setiap perubahan ke dalam proses pendidikan.
Dengan cara seperti itu akan membuka kemungkinan untuk melahirkan
pribadi-pribadi muslim yang kelenturan berpikir, daya intelektual serta
keterbukaan dalam menghadapi perubahan cara hidup. Bertolak dari kenyataan
tersebut , dalam konteks perubahan sosial ini pendidikan Islam mempunyai misi
ganda, yaitu:
a. Mempersiapkan manusia
muslim untuk menghadapi perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi, mengendalikan dan memanfaatkan
perubahan-perubahan tersebut, menciptakan kerangka berpikir yang komprehensif
dan dinamis bagi terselenggaranya proses perubahan yang berada diatas
nilai-nilai Islam.
b. Memberikan solusi
terhadap ekses-ekses negatif kehidupan modern yang berupa depersonalisasi, frustasi dan keterasingan
umat dari dunia modern.
Tentunya, kedua misi tersebut di
atas mengisyaratkan tugas berat yang dihadapi pendidikan Islam dewasa ini. Dan
diperlukan suatu kerangka pandang yang komprehensif dan relevan dalam
mengantisipasi setiap perubahan sosial sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Misi pendidikan Islam itu juga mengisyaratkan perlunya
mengaitkan pendidikan Islam dengan masa depan. Pendidikan Islam yang tidak
berorientasi ke masa depan akan ketinggalan zaman dan tidak adaptif.
2. Faktor Ideologi Negara
Antara pendidikan Islam dan
pendidikan nasional Indonesia tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua
segi: Pertama, dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional Indonesia itu
sendiri. Kedua, dari hakikat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin
di Indonesia.
Penyusunan suatu sistem pendidikan
nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada
umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya baik dalam hubungannya
dengan masa lampau, masa kini dan kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa
depan.
Eksistensi bangsa Indonesia terwujud
dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, dimana bangsa
Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat penuh. Bangsa
Indonesia telah bertekad bulat untuk membangun dan mengembangkan bangsa dengan
Pancasila sebagai landasan Ideologi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusionalnya.
Sejak dari awal Indonesia merdeka,
pemerintah telah menempatkan agama sebagai fondasi dalam membangun bangsa dan
negara. Hal ini dapat kita baca dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pembukaan
UUD 1945 alinea ketiga dinyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
semata-mata atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pada alinea keempat
dinyatakan bahwa Pancasila menjadi dasar negara.
Namun apabila ditengok kembali perjalanan sejarah para pemimpin nomor satu
di negeri ini dalam menafsirkan ideologi Pancasila dan mengimplementasikannya
terhadap pendidikan Islam, dapat di bagi menjadi tiga orde ( masa ) :
Orde Lama
Pancasila sebagai ideologi negara
dianggap telah mewakili cita-cita semua agama dan golongan, termasuk umat
Islam. Bahkan Presiden Soekarno pernah mengatakan bahwa semua agama itu sama,
karena semua agama bertujuan untuk mencapai kebaikan hidup manusia. Presiden
Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya berulangkali berhasil “menjinakkan” dan
mementahkan perjuangan politik Islam yang kemudian berimbas ke pendidikan
Islam. Penjinakan itu berupa memarginalisasi partai politik Islam dan aspirasi
umat Islam dengan alasan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Contoh kongkretnya adalah menghapus
tujuh kata dalam “Piagam Jakarta” dalam UUD 45 “ Dengan Kepercayaan
Terhadap Allah Yang Maha Kuasa”.
Orde Baru
Pada awal-awal pemerintahannya
Presiden Soeharto mengadakan konsolidasi yang diiringi dengan kebijakan yang
represif terhadap islam. Karena Soeharto melihat Islam sebagai ancaman. Maka
antara Pemerintah dan islam selalu ada hubungan antagonis yaitu hubungan yang
saling curiga dan saling tidak percaya.
Pada pertengahan pemerintahannya
Presiden Suharto mencetuskan idiologi Pancasila sebagai asas tunggal untuk
partai politik dan keagamaan. Hubungan antara pemerintah dan umat Islampun
makin menegang. Peristiwa “ Tanjung Priok “ 12 September 1984, yang memakan
ratusan korban adalah salah satu contohnya.
Orde Reformasi
Dengan bergulirnya masa reformasi
yang ditandai dengan demokratisasi sebagai salah satunya, membawa angin segar
bagi pendidikan Islam atau lembaga pendidikan Islam. Keluarnya Peraturan
Pemerintah ( PP ) nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan, diharapkan dapat membawa perubahan pada sisi managerial dan proses
Pendidikan Islam. Peraturan Pemerintah ( PP ) tersebut secara eksplisit
mengatur bagaimana seharusnya Pendidikan Keagamaan Islam dan Keagamaan
diselenggarakan.
Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan :
Pendidikan Keagamaan meliputi Pendidikan Keagamaan Islam, Kristen, Katholik,
Hindu, Budha dan Khonghucu. Pasal ini merupakan pasal umum untuk menjelaskan
ruang lingkup Pendidikan Keagamaan. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama
disebutkan tentang siapa yang menjadi pengelola yaitu Mentri Agama.
Hanya saja realitas yang ada sampai
saat ini masih terkesan, secara kelembagaan Pendidikan Islam menempati posisi kedua
setelah Pendidikan Nasional. Sebuah lembaga yang menawarkan Pendidikan Islam
kurang banyak diminati jika dibanding dengan lembaga lain yang dianggap lebih
menjanjikan. Dan sampai saat inipun, posisi Pendidikan Islam belum beranjak
dari sekedar sebuah subsistem dari sistem Pendidikan Nasional.
3. Faktor Perkembangan Masyarakat
Perkembangan masyarakat dunia pada
umumnya dan Indonesia pada khususnya mau tidak mau akan menuju kepada
masyarakat informasi (informatical society) sebagai kelanjutan atau perkembangan
dari masyarakat industri atau modern. Jika masyarakat modern memiliki ciri-ciri
rasional, berorientasi ke depan, bersikap terbuka, menghargai waktu, kreatif,
mandiri dan inovatif, maka pada masyarakat informasi ciri-ciri tersebut belum
cukup. Pada masyarakat informasi, manusia selain harus memiliki ciri-ciri
masyarakat modern pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri lain, yaitu
menguasai dan mampu mendaya gunakan arus informasi, mampu bersaing, terus
menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu
mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan
berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Pada masyarakat informasi peranan
media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak
kehidupan. Penggunaan teknologi elektronika seperti komputer, faksimile,
internet dan lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang
bercorak lokal dan nasional, kepada lingkungan yang bersifat internasional,
mendunia dan global. Pada era informasi, lewat komunikasi satelit dan komputer
orang memasuki lingkungan informasi dunia.
Peran media elektronik yang demikian
besar akan menggeser agen-agen sosialisasi yang berlangsung secara tradisional
seperti yang dilakukan orang tua, guru, pemerintah dan sebagainya. Komputer
dapat menjadi teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat,
juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban segera terhadap
pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan mendasar.
Kemajuan dalam bidang informasi
tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian
masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang
berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan
ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki oleh masyarakat modern.
Itulah gambaran masa depan yang akan
terjadi, dan umat manusia mau tidak mau harus menghadapinya. Masa depan yang
demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan, baik dari
kelembagaan, materi pendidikan, guru, metode, sarana dan prasarana dan lain
sebagainya. Hal ini pada gilirannya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh
dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam. Hal ini perlu dilakukan jika dunia
pendidikan Islam ingin tetap bertahan secara fungsional dalam memandu
perjalanan umat manusia.
Berkenaan dengan hal tersebut perlu
dilakukan upaya-upaya strategis, antara lain:
a. Tujuan pendidikan di
masa sekarang tidak cukup hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan dan
ketakwaan saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang
kreatif, inovatif, mandiri, dan produktif, mengingat dunia yang akan datang
adalah dunia yang kompetitif.
b. Guru di masa
mendatang adalah guru yang selain memiliki informasi, berakhlak baik dan
mampu menyampaikannya
secara metodologis, juga harus mampu mendayagunakan berbagai sumber informasi yang tersebar di
masyarakat ke dalam kegiatan belajar. Dengan demikian pembelajaran harus lebih memusat pada siswa
yang pada gilirannya dapat menimbulkan masyarakat belajar.
c. Bahan pelajaran
umum dan agama perlu diintegrasikan dan diberikan kepada siswa sebagai bekal yang memungkinkan ia dapat
memiliki pribadi yang utuh, yaitu pribadi disamping berilmu pengetahuan juga harus berakhlak mulia.
Hal ini penting karena kehidupan masa mendatang banyak dihadapkan pada tantangan
yang bersifat moral. Untuk itu, perlu dikembangkan pengamalan akhlak di sekolah-sekolah.
4. Faktor Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan teknologi dalam tiga
dasawarsa ini telah menampakkan pengaruhnya pada setiap dan semua kehidupan
individu, masyarakat dan negara. Dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang
dapat menghindar dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), IPTEK bukan saja dirasakan individu, akan tetapi dirasakan pula oleh
masyarakat, bangsa dan negara.
Kehadiran IPTEK di negara-negara
maju, sudah lama dirasakan pengaruhnya, karena pada negara-negara tersebutlah
kemajuan itu mula-mula dicapai. Sebaliknya bagi negara-negara berkembang,
pengaruh tersebut baru mulai dirasakan antara lain seperti dalam bidang
informasi, buku-buku, media TV, radio, video, internet dan lain sebagainya.
Sekarang yang menjadi persoalan
sekaligus pertanyaan bagi kita tentunya adalah bagaimana dengan eksistensi
pendidikan Islam dalam menghadapi arus perkembangan IPTEK yang sangat pesat
tersebut. Bagaimanapun tampaknya pendidikan Islam (terutama lembaganya)
dituntut untuk mampu mengadaptasikan dirinya dengan kondisi yang ada. Disamping
dapat mengadaptasi dirinya, pendidikan Islam juga dituntut untuk menguasai
IPTEK, dan kalau perlu merebutnya.
Kenyataan untuk merebut teknologi
dan ilmu pengetahuan tersebut adalah sangat penting, sebab sekarang pembangunan
nasional diarahkan dengan orientasi pada teknologi industri, dalam hal ini tak
terkecuali dalam bidang pendidikan.
Menurut Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie,
ada lima prinsip yang harus diikuti untuk mencapai penguasaan IPTEK yaitu:
a. Melakukan pendidikan dan
pelatihan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang IPTEK yang relevan dengan pembangunan bangsa.
b. Mengembangkan konsep
masyarakat teknologi dan industri serta melakukan usaha serius dalam merealisasikan konsep tersebut.
c. Adanya transfer, aplikasi
dan pengembangan lebih jauh dari teknologi yang diarahkan pada pemecahan masalah-masalah nyata.
d. Kemandirian teknologi,
tanpa harus bergantung ke luar negeri.
e. Perlu adanya perlindungan
terhadap teknologi yang dikembangkan di dalam negeri hingga mampu
bersaing di arena internasional.
Sementara itu pendidikan Islam yang
tugas pokoknya menelaah dan menganalisis serta mengembangkan pemikiran,
informasi dan fakta-fakta kependidikan yang sama sebangun dengan nilai-nilai
ajaran Islam dituntut harus mampu mengetengahkan perencanaan program-program
dan aktivitas-aktivitas operasional kependidikan, terutama yang berkaitan
dengan pengembangan dan pemanfaatan IPTEK sebagaimana digambarkan diatas.
Strategi pendidikan Islam dalam
menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu mencakup ruang
lingkup:
a. Motivasi kreatifitas anak
didik ke arah pengembangan IPTEK itu sendiri, dimana nilai-nilai Islam menjadi
sumber acuannya.
b. Mendidik keterampilan, memanfaatkan produk IPTEK bagi
kesejahteraan hidup umat manusia
pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
c. Menciptakan jalinan yang
kuat antara ajaran agama dan IPTEK, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan
yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-masing.
d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa
depan umat manusia melalui kemampuan
menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni dan kontekstual dengan masa depan kehidupan
manusia.
Jadi kesanalah pendidikan Islam
diarahkan, agar pendidikan Islam tidak hanyut terbawa arus modernisasi dan
kemajuan IPTEK. Strategi tersebut merupakan sebagian solusi bagi pendidikan
Islam untuk bisa lebih banyak berbuat. Kendatipun demikian, pendidikan Islam
tentu saja tidak boleh lepas dari Idealitas Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
berorientasikan kepada hubungan manusia dengan Allah SWT. (Hablumminallah),
hubungan manusia dengan sesamanya (Hablumminannas) dan dengan alam sekitarnya.
Dari ketiga orientasi tersebut,
tampaknya hubungan dengan alam sekitar menjadi dasar pengembangan IPTEK, sedang
Hablumminallah menjadi dasar pengembangan sikap dedikasi dan moralitas yang
menjiwai pengembangan IPTEK, sedang Hablumminannas menjadi dasar pengembangan
hidup bermasyarakat yang berpolakan atas kesinambungan, keserasian, dan
keselarasan dengan nilai-nilai moralitas yang berfungsi menentramkan jiwa
manusia, sehingga terciptalah kedamaian.
Dengan demikian apa dan bagaimanapun
produk-produk hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan senantiasa
bernilai positif, serta mendatangkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kita ambil
sedikit kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan Islam di Indonesia sangatlah
dipengaruhi oleh faktor-faktor telah dijelaskan diatas (dengan tanpa faktor
politik pemerintahan), dan konsep pendidikan Islam yang kita harapkan adalah
sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits serta sesuai dengan fitrah manusia.
DAFTAR PUSTAKA
- Nata, Abuddin,
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : UIN JAKARTA PRESS,
2006), cet. I
- Nata, Abuddin,
Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : Gramedia Widiasarana, 2001)
- Nata, Abuddin,
Pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005)
- Altaf Gauhar,
Tantangan Islam dalam Hasbullah, Kapita selekta Pendidikan Islam, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1996)
- Bell, Daniel,
The Coming of Post Industrial Society dalam Hasbullah, Kapita selekta
pendidikan Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996)
- Hasbullah,
Kapita selekta pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
- Zuhairini dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama, 1992)
- Noer, Deliar,
Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1987)
- Owens, Edgar
& Shawn, Robert, Pembangunan
ditinjau kembali, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1980)
- Nata, Abuddin,
Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia bekerjasama dengan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2001)