BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penilaian adalah
upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan
itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat
untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun
tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu
prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka
evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam
melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara
menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi
atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi
penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek
atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan
dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya
itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa
mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada
diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks
evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus
dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran
kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1) Apakah peserta didik sudah dapat memahami
semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
2) Apakah peserta didik sudah dapat
menghayatinya?
3) Apakah materi pelajaran yang telah
diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam
kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah
tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu,
ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
B.
Perumusan Masalah
1. Apa Ranah Penelitian Kognitif?
2. Apa Ranah Penelitian Afektif
3. Apa Ranah Penelitian Psikomotorik?
C.
Tujuan
1) Untuk mengetahui Ragam Pengumpulan data
untuk mengukur kemampuan.
2) Untuk mengetahui Ranah Penelitian
Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif,
Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan
berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah
sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang
dimaksud adalah:
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan
seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang
nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir
yang paling rendah.
Salah satu
contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal
surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai
salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan
Agama Islam di sekolah.
Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi.
Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu
contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya:
Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang
makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan
jelas.
Penerapan (application)
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik
mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam
dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
Analisis (analysis)
Adalah kemampuan
seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung
dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa
dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah
masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan
berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara
logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang
sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan
jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu
contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang
berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang
akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang
berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana
ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.
Tujuan aspek
kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang
mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami,
menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi.
Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan
berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat
pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada
tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan
kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat
aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat
sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi,
hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat
evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah,
editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil
analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang
lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian
aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling
tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek
belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
Tingkat
pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat
(recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta,
rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali
yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi
yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan
sehari-hari.
Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau
elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan
memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi.
Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara
berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar,
prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang
dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang
mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai
suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian
Kognitif
Apabila melihat
kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya
baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan,
pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan
evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan
secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes
kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan
ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5)
jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
B. Pengertian Ranah Penilaian Afektif,
Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
1. Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang
telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar
afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti:
perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya
dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk
tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan
atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif
menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2)
responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue
complex
Receiving atau
attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini
misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol
dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving
atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik
dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan
kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau
meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif
jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan,
sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (=
menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai).
Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah
merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini
tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan
untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu
baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu
untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah
menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam
dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.
Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang
kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization
(=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang
telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta
didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak
presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization
by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah
menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah
merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah
benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi
pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah
mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT
yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah,
dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau
perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif
(Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang.
Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk
ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan
derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang
lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang
kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah
perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang
pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila
intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif
berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas,
atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik
afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin
bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap
unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini
diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali
peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut
cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
a) Sikap
Sikap merupakan
suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu
objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan
sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan,
dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein
dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang.
Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau
terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan
(Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa
Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran
bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran menjadi lebih positif.
b) Minat
Menurut Getzel
(1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang
mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi.
c) Konsep Diri
Menurut Smith,
konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan
kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya
seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa
juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari
rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini
penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
d) Nilai
Nilai menurut
Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau
perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek
spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai
cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan
perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas
nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang
diacu.
Definisi lain
tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek,
aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat,
sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu
objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat,
sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta
didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif
terhadap masyarakat.
e) Moral
Piaget dan
Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia
hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal
terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak.
Moral berkaitan
dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan
perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang.
C. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik,
Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotorik
1. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah
psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang
baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar
kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor
apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan
materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada
pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan
agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah
SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan
membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan
lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat
memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada
adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang
kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah
atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan
contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum
pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag
dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah
ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan
contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam
mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan
rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat
memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti
menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau
antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan
dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah,
kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.
2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor
berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan
manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah
ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat
dan lain sebagainya.
3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian
Psikomotor
Ada beberapa
ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980)
menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan
langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran
praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan
memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian
hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap
kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan
atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang
telah ditentukan.
Dari penjelasan
di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau
keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat
dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan
praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian
psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik,
kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan
penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu
berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya,
lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil
observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam
bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak
untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada
kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk
mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja
(performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes
unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan
psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat yang
sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik,
sehingga peserta didik dapat dinilai
tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga
seolah-olah menggunakan suatu alat yang
sebenarnya.
2) Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan
psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui
apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut.
Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan
yang sebenarnya
Tes simulasi dan
tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika
peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat
menggunakan daftar cek (check-list)
ataupun skala penilaian (rating scale). Psikomotorik
yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang
dari sangat baik, baik, kurang, kurang,
dan tidak baik.
Dengan kata
lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah
praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan
praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila
dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor
menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya
kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan
dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun
tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang,
garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya
menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis
jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa
dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis
penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar
pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah
psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen,
(3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual,
diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang
terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non
diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan
interprestatif.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak).
2)
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1)
receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by
evalue or calue complex.
3)
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas
fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil
belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa
hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu.
4)
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di
dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis
dan kemampuan mengevaluasi
5)
Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus
memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen,
1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua,
perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah
afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya
cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki
perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan
orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan
itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang
kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang
kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan.
6)
Ranah kogniti berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di
dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis dan kemampuan mengevaluasi
7)
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif
adalah: Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4),
Sintesis (C5), dan Evaluasi (C6).
8)
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan),
Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
9)
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1)
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan
jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan
kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi
(1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual;
diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,
diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4)
keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa
bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous. 2009. “Aspek Penilaian
dalam KTSP Bag 1 (Aspek Kognitif)”. (Online)
http://massofa.wordpress.com/feed/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Sistem
Penilaian”. (Online) http://smak.yski.info/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembnagan
Perangkat Penilaian Psikomotor dan Prosedur Penilaian”.(Online)
http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor/.
Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengukuran Ranah
Kognitif, Afektif, dan Psikomotor”. (Online)
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html.
Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembangan
Perangkat Penilaian Afektif”. (Online)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/.
Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Penilaian Ranah
Psikomotorik Siswa”. (Online)
http://delapanratus.blogspot.com/2009/04/penilaian-ranah-psikomotorik-siswa.html.
Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian
Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Sri Wardani. 2004. Penilaian
Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Sudjono, Anas. 2008. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
About these ads
.