Jumat, 27 Desember 2013

Pengemba ngan Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang masa pendidikan klasik Islam, penentuan pengembangan pendidikan dasar, menengah dan tinggi berada di tangan ulama kelompok orang-orang berpengetahuan dan diterima secara otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum. Keyakinan mereka berakar pada konservatisme agama dan keyakinan kokoh terhadap wahyu sebagai inti dari semua pengetahuan.
Mengikuti arus penolakan atas aliran yang diilhami filsafatYunani terutama pasca al-Ghazali, kurikulum pendidikan belum terbentuk secara baku dalam bentuk peraturan, tetapi kurikulum dan metode di masjid, akademi dan madrasah mengikuti pola-pola yang dikembangkan dari majlis dan halaqah-halaqah ilmiah. Dengan demikian, yang dibicarakan dalam pengembangan madrasah lebih difokuskan pada kurikulum dan metode pengajaran saja.
Ilmu-ilmu keislaman memegang kontrol penuh dan menjadi unsur penting bagi lembaga-lembaga pendidikan. Naiknya ilmu-ilmu ini mulai terjadi secara nyata setelah gagalnya gerakan rasionalis (teologi Muktazilah dan filsafat) dan mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke 5 H/11 M. Dalam kelompok mi, hukum Islam (fiqh) dianggap sebagai satu dari segala cabang pengetahuan dengan peringkat yang tertinggi, sementara ilmu-ilmu sastra berfungsi sebagai pelayannya. Kelompok lainnya, yang disebut ilmu-ilmu kuno, yaitu ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani ditentang oleh sarjana Muslim di tengah masyarakat, tetapi memperoleh penghormatan secara terselebung di kalangan sebagian terpelajar.
Kurikulum pendidikan pada masa Nabi Saw. ditentukan secara pribadi oleh beliau sendiri yang bertindak sebagai perancang pendidikan, konsultan sekaligus guru. Pada saat itu belum ada undang-undang pendidikan yang mengatur segala bentuk pengelolaan dan pengembangan pendidikan. Pada masa Khulafa al-Rasyidun dan Bani Umayyah kurikulum pendidikan ditentukan oleh para ulama dan khalifah yang memerintah pada masa itu. Sementara itu pada masa Dinasti Abbasyiah, ketika lembaga pendidikan model madrasah sudah mulai dikenal, kurikulum dan metode pendidikan diurus oleh ulama, sedangkan khalifah tidak terlalu dominan dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan. Ini dilakukan dalam kerangka penghormatan mereka terhadap otorita lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan para ulama., selain karena mereka disibukkan dengan urusan politik.

B. Perumusan Masalah
1. Apakah pengertian kurikulum?
2. Bagaimana kedudukan kurikulum dalam pendidikan?
3. Bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan?

C. Metode Pengambilan Data
Dalam pengambilan data ini, kami melalui studi pustaka di berbagai perpustakaan yang ada di sekitar kota Sukabumi. Untuk bahan pendukugnya kami melalui diskusi-diskusi kecil dengan teman-teman yang sekiranya mereka sudah berpengalaman dalam masalah kurikulum pendidikan Islam pada masa klasik.






BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Kata kurikulum ini berasal dari Yunani kuno yang sering dikaitkan dengan suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis star ke garis finish. Dalam bahasa Arab kata kurikulum biasa disamakan dengan kata manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.
Kemudian dalam kamus Webster third new international Dictionary mendefinisikan secara bahasa adalah kata kurikulum berasal dari kata latin (curere) artinya: berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Bahasa prancis courer artinya berlari.
Pada masa klasik kurikulum didefinisikan dengan kata al-Maddah yaitu serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
Kurikulum ketika didefinisikan secara terminologis kurikulum adalah seperti yang dikumukakan oleh adamardasy yang dikutip oleh Neng Muslihah bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, social, olah raga dan seni yang disediakan oleh murid-muridnya di dalam dan luar sekolah.
Crow and crow mendefinisikan seperti yang dikutif oleh Ramayulis, bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan seuatu program untuk memperole ijasah. Menurut Zakiyah Darajat adalah suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Menurut willian B. Ragan kurikulum adalah serluruh usaha sekolah untuk meransang anak belajar baik di dalam kelas, di halaman sekolah maupaun di luar sekolah. Kumudian menurut Harord Alberty kurikulum adalah seluruh aktifitas yang dilakukan sekolah untuk para pelajar.
Sementara itu, menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pada bab I, tentang ketentuan umum pasal 1 ayat (1) diyatakan bahwa: kurikulum adalah seperangkat dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kemudian pengertian kurikulum menurut fungsinya:
1. Kurikulum sebagai program studi adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2. Kurikulum sebagai konten adalah informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
3. Kurikulum sebagai kegiatan berencara adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil baik.
4. Kurikulum sebagai hasil belajar adalah seperangkat tujuan untuk memperoleh seuatu hasil tertentu.
5. kurikulum sebagai pengalaman belajar adalah kesuluruhan pengaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
B.       Kedudukan Kurikulum
Kurikulum memiliki kedudukan yang penting dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara teori-teori pendidikan yang berkembang dengan konsep-konsep kurikulum  yang dikembangkan.
Seiring perkembangan masyarakat modern, pendidikan lebih banyak diselenggarakan secara formal terutama di sekolah-sekolah, hal ini karena sekolah mempunyai kelebihan yaitu keluasan untuk memberikan isi pendidikan yang tidak hanya nilai-nilai moral yang diajarkan tetapi juga mengenai perkembangan teknologi dan kehidupan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas dan lebih mendalam dibandinkan keluarga.
Berkembangnya pendidikan formal dalam bentuk lembaga pendidikan sekolah menuntut adanya kurikulum yang dirancang dan dikembangkan secara tertulis dan pada akhirnya kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahakan dari kegiatan pendidikan khususnya pendidikan formal di sekolah. Dengan adanya kurikulum maka guru maupun siswa memiliki arah dan pedoman untuk melakukan kegiatan pendidikan, pengajaran dan pembelajaran di lembaga pendidikan di sekolah, mulai dari materi pelajaran yang harus diberikan, program dan rencana pembelajaran yang harus dibuat, kegiatan dan pengalaman belajar yang harus dilakukan dan penilaian terhadap pendidikan yang telah dilaksanakan dalam bentuk hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
C.       Peranan Kurikulum
Kurikulum merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu, kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling  berkaitan sebagai berikut:
ü  Tujuan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa kurikulum merupakan  suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Maka tujuan itulah yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Tujuan yang berlaku pada suatu Negara pada dasarnya merupakan tujuan pendidikan nasional yang hendak dicapai oleh suatu Negara. Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa: :Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Sementara itu terkait dengan tujuan pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung pada dasarnya adalah tujuan hidup manusia itu sendiri, sebagaimana tersirat dalam QS. Adz Dzaariyaat: 56           
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Tujuan kurikulum biasanya terdiri atas tiga tingkatan, yaitu:
Ø  Tujuan jangka panjang
Tujuan ini menggambarkan  tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan sekolah, melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah, seperti: self realization, ethical character, civic responsibility.
Ø  Tujuan jangka menengah
Tujuan ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya sekolah SD, SMP, SMA dan lain-lain.
Ø  Tujuan jangka pendek
Tujuan yang dikhususkan pada pembelajara di kelas, misalnya: siswa dapat mengerjakan perkalian dengan benar, siswa dapat mempraktekan sholat dan lain sebagainya.
Dalam sebuah kurikulum lembaga pendidikan terdapat dua tujuan, yaitu:
v  Tujuan yang dicapai secara keseluruhan.
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap (afektif) dan nilai-nilai yang diharapkan dapat dimiliki oleh para lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal tersebut juga disebut tujuan lembaga (institusional).
v  Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini biasanya disebut dengan tujuan kulikuler. Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional yang meliputi tujuan kurikulum dan instruksi yang terdapat pada GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang studi.
                












BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Kurikulum pendidikan islam pada masa klasik, hal ini dimunculkan oleh cendikiawan muslim pada masa klasik, seperti al-Kindi, al-Ghazali, al-farabi, Ibnu sina dan lain-lain. Kurikulum pendidikan ini di bagi kepada dua bagian. Bagian pertama, kurikulum sebelum sebelum madrasah. Kedua, kurikulum setelah bedirinya madrasah.
Kedua bagian ini, masing-masing mempunyai bagian-bagiannya. Kurikulum pendidikan sebelum madrasah terbagi dua bagian, diantaranya: kurikulum pendidikan rendah dan kurikulum pendidikan tinggi. Kemudian pendidikan setelah berdirinya madrasah ini lebih menitik beratkan kepada tingkat dewasa(mahasiswa).
Kurikulum pendidikan rendah terbagi ke dua bagian. Pertama, kurikulum pendidikan untuk masyarakat umum. Kedua, kurikulum pendidikan untuk orang istana. Untuk masyarakat umum, orang tua mereka tidak mempunyai peran dalam maslah pendidikan, karena itu diatur oleh guru mereka langsung seperti ilmu cara baca al-quran, sejarah dsb. Sedang kurikulum orang istana, diatur oleh orang tua (para pejabat), karena anaknya dicetak untuk jadi pemimpin untuk melanjutkan kepemimpinan orang tuannya, mereka konsentrasi ilmu kepemimpinan, peperangan, sejarah, dan tanpa mengesampingkan ilmu al-quran dan agama.
Kemudian kurikulum pendidikan tinggi ini lebih kepada kebebasan untuk memilih dan berpindah-pindah dengan menggunakan metode halaqoh. Dan tidak diharuskan seorang murid untuk mengikuti syeikh-syeikhnya. Begitu juga syeikhnya tidak mewajibkan kepada muridnya mengikutinya. Kurikululum pada tingkat ini terbagi dua yaitu, kurikulum agama dan pengetahuan umum.
Kemudian kurikulum setelah berdirinya madrasah, hal ini lebih kepada ilmu-ilmu syariat dan teologi. Karena para ahli atau yang berkuasa pada saat itu adalah para ilmuan dibidang agama, tetapi tidak membuat patah kepada pelajar untuk mempejari ilmu umum. Mereka mencari sendiri-sendiri ilmu-ilmu umum itu.



















DAFTAR PUSTAKA

Aziz , Abd., Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009
Burhanudin, Pengantar Pedagogik Dasar-Dasr Ilmu Mendidik Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2005
Muslihah, Eneng, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Diadit Media, 2010
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Alumni, 1986
Shaleh, Abdul Rahman, Pendidikan Agama dan Pengembangan Watak Bangsa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Khoiron, Ahmad. 19 Januari 2007. Komponen Kurikulum dan Prosedur pengembangan Kurikulum.
Available[online]:<http://koir.multiply.com/../kurikulum>28 Februari 2010.
Nasution, S. 2005. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Syah, Darwyn et.al. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press.