BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Peradaban
Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat
kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari
periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua,
hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu
pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang
berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan
ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan mengemukakan
pokok masalah yang akan dikaji adalah Pengertian Peradaban Islam, namun untuk
lebih sistimatis kajiannya maka dipokuskan pada sub-sub masalah, sebagai
berikut:
- Apa Pengertian Peradaban?
- Bagaimana Peradaban Islam dalam Bidang Pendidikan?
3.
Tujuan
Adapun Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah
sejauhmana pengetahuan secara jelas tentang Peradaban Islam baik dilihat dari
segi Pendidikan maupun perkembangan Peradabannya itu sendiri, sedangkan
keguanaannya adalah diharapkan dapat memperoleh informasi tentang Peradaban
Islam di dalam bidang Pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERADABAN
Sejarah
Peradaban Islam, Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan
kebudayaan. Tetapi dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua
istilah tersebut. Istilah Civilization untuk peradaban dan Culture untuk
kebudayaan. Demikian pula dalam B. Arab dibedakan antara kata Tsaqafah
(kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun (peradaban)
Sejarah Peradaban Islam Menurut
A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan
kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris)
yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban
diartikan dalam dua cara:
a. Proses menjadi berkeadaban, dan
b. Suatu masyarakat manusia yang sudah
berkembang atau maju.
Suatu peradaban
ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar,
masyarakat telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan,
pembangunan, pengangkutan dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan
terdidik dalam kesenian yang indah-indah.
Adapun
kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi
lain. Istilah kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara
mengerjakan tanah, memelihara tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga
manusia. Dalam latihan ini memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa,
dan rasa manusia. Maka culture adalah civilization dalam arti perkembangan
jiwa.
Peradaban Islam
memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan
akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode
Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil
yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan
kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan
melindungi pandangan hidup Islam terutama
dalam
hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup
kemasyarakatan.
B. MERAIH KEJAYAAN ISLAM DENGAN
IPTEK
Berdasarkan
penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam
ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka.
Menurut Ibnu
Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen
penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan
teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer,
dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen
asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa
itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan
manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban
hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat
tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan
infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting
bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah
struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Maka dari itu,
pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu
pengetahuan Islam.
Orang mungkin
memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak
sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan.
Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan
manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang
terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari
sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban
Islam.
Lebih penting
dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah
intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide
dan pemikiran tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan
pemikiran para intelektual. Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta
yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para
pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam
Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah
pemikiran masyarakat.
Demikian pula
dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii,
Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara
berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam
harus dimulai dengan membangun pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti
kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu
pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.
Guna memuluskan
jalan menuju kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar,
mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan
umat Islam berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi
khairu ummah sebagaimana yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.
C. DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM
Analisis
Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah
kesepakatan keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw adalah agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi
seluruh umat manusia. Pandangan ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami
tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai
pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia
tidakmengetahui”. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang
dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya
bagi manusia tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam
semesta.(Q.S. al Anbiya,21: 107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka
seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki
latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim,
menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini
dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu
sekalian terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling unggul di antara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S.
Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas mengenal
universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi
Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia.
Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia
terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci)
Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan
istilah “aqidah”.
Kedua adalah
dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang
dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku
baik tingkah laku personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni
antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya
disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam
sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan
aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala
persoalannya.
Dimensi ketiga
adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang
diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al
Karimah. Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi
ajaran Islam tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al
Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung
prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak
melupakan sesuatupun di Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para
ulama kemudian mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab
kebutuhan manusia Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan
pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad,
Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik
dengan aktifitas intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian
melahirkan khazanah intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin
ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan peradaban
Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam
sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas
intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa
para sarjana Klasik Islam Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara
ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa
beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan
pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif
produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang
filsafat Dan fisika.
Aspek Hukum
Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif
adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa
bergerak Dan ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling
mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah
menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat
Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan
Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan
hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing
dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.
Produk-produk
hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa
memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita
harus memetakan pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat
kita kemukakan : Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab
Maliki; mazhab “muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan
Hanbali ; mazhab “mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu
saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum.
Satu hal yang
sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa
saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan
mereka adalah “Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha
Yahtamil al Shawab” (pendapat kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat
selain kami keliru tetapi mungkin saja benar).Sikap menghargai pandangan orang
lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya
terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki
kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada
Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini
telah berkembang berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat.
Beberapa hal
yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi,
kausalita; hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh
:
-
Mengkaji
sosio-kultural Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasi
-
Menjadikan
realitas sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya
perubahan hukum. Ini sejalan dengan kaedah “Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al
Ahwal wa al Azminah wa al Amkinah”(hukum bisa berubah karena perubahan keadaan,
zaman Dan tempat).
Perubahan hukum tersebut harus selalu
mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan, Ke Kerahmatan Dan
Kebijaksanaan.
D. PRIODESASI PERKEMBANGAN
PERADABAN ISLAM
Sejak awal,
Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka,
pemilihan khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model
pemilihan: aklamasi; penunjukan; atau (ketiga) melalui tim formatur (dewan
syura).
Sementara di
bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut
penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah
SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin
atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan
masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat.
Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Islam menyajikan
sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,
kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem
perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi
dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
Semasa Dinasti
Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk,
misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara,
jawatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang politik.
Dalam tatanan
ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan
logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam
tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang
yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem
pertanian maupun pengairan.
Wilayah
kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat
India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta,
sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika
Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol. Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian
barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes,
Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh
Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Astronomi,
astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat
astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari
(850M) sebagai dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh
kedokteran lainnya adalah Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.
Sementara di
bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan
Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul
pula sejarawan seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin
Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M).
Khusus di bidang hadits, dilakukan penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari
hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan pengklasifikasian secara sistematis
dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai hadits shahih, dhaif,
maudhu.
Bahkan
dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil
rawi sebuah hadits . Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya
Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan
argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh bahwa sangat tidak benar
(persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan keterbelakangan,
kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa yang
terbaik dari peradaban Islam. Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah penguasa pertama
yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi
monarki absolut.
Demikian pula
Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan
kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem
suksesi turun temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat
mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan
kekhalifahan.
Di wilayah
Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman
Nasr menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan
Abbasiyah, karena ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik
berkepanjangan dengan kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan
Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.
Ajid Thohir
secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan
dunia Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan
untuk mendirikan negara Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa
pemerintahan Ir Soekarno.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peradaban
seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban
(civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena
berasal dari kata civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang
warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban
hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat
tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan
infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting
bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah
struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan
sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,
kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem
perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi
dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B. SARAN
Diharapkan kepada
seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester dua pada
khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam
karena agar kita lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada
Makalah ini dititik beratkan pada peradaban islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Science And Civilization in islam, pengarang :
seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books,
State University of New York dialih
bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya
Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah Kubra, Kairo
diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit:
Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman
membangun negara berkeadaban ,
Contoh Makalah sejarah , contoh makalah sejarah peradaban islam , pengertian
peradaban Islam , makalah membangun negara berkeadaban , makalah sejarah
peradaban islam di andalusia , pengertian dinasti , artikel peradaban islam ,
negara berkeadaban , makalah islam di Andalusia
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan
Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan
Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar
Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam
Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu
dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,
Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6